Bisnis.com, JAKARTA – Industri yang mengirimkan barang ke seluruh dunia, melalui kapal, pesawat, atau melalui kendaraan di jalur darat menyatakan belum siap untuk mendistribusikan vaksi Covid-19 ke miliaran orang di seluruh dunia.
Lantaran dihantam pandemi, banyak perusahaan pengiriman dan angkutan mengalami masalah dari penurunan kapasitas pengiriman melalui jalur laut dan udara hingga laut. Dengan demikian mereka tidak yakin bisa menditribusikan vaksi tepat waktu.
Hal itu diperkirakan bakal menambah panjang persoalan distribusi vaksin ke masyarakat, selain lamanya proses produksi produk kesehatan tersebut. Pasalnya, infrastruktur yang ada kini tengah mengalami penurunan bersamaan ketika farmasi perlu buru-buru meluncurkan vaksin.
“Kami tidak siap. Jujur saja, rantai pasok vaksin bakal lebih rumit daripada rantai pasokan APD. APD tidak akan rusak kalau dibiarkan berhari-hari dalam kondisi apa pun, sementara vaksi bisa rusak,” ungkap Neel Jones Shah, Global Head of Air Carrier Relationships di Flexport, dilansir Bloomberg, Minggu (26/7/2020).
Julian Sutch, Head of Pharmaceutical Division di Emirates SkyCargo memperkirakan bahwa satu pesawat Boeing Co. 777 bisa membawa 1 juta dosis vaksin. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan di seluruh dunia, perlu ada 8.000 pesawat pengangkut.
Hal itu mungkin dilakukan, namun harus dengan strategi global yang terkoordinasi matang. Untuk saat ini, yang bisa membantu salah satunya adalah dengan penguatan kapasitas dari pesawat penumpang yang menganggur untuk membawa produk mulai dari peralatan medis sampai buah-buahan.
Baca Juga
Sutch mengungkapkan bahwa Emirates saat ini sudah menggunakan pesawat penumpang Boeing 777 untuk mengangkut kargo.
Masalah lainnya adalah dalam hal penyediaan penjagaan terhadap suhu vaksin saat proses distribusi. Para pakar mengatakan bahwa vaksi harus disimpan dalam suhu 2-8 derajat celsius selama proses pengiriman. Beberapa teknologi baru juga menawarkan untuk bisa menyimpan vaksin dalam suhu 80 derajat celsius, namun jika ada kesalahan bisa merusak vaksinnya.
Shah melanjutkan, bahwa perusahaan farmasi yang sedang memproduksi vaksi ini pun masih belum yakin kebutuhan mereka apa saja terkait dengan distribusi vaksin tersebut.
“Sampai saat ini, mereka bahkan masih belum yakin bisa membawanya terjun ke pasaran secepat yang orang-orang kira,” kata Shah.
Saat ini, berdasarkan data WHO, ada lebih dari 160 vaksin yang sedang dikembangkan, namun baru ada 25 yang sedang diuji ke manusia. Kandidat yang ada saat ini sedang melalui uji coba tahap akhir dan berharap bisa dapat izin untuk digunakan dalam kondisi darurat sebelum akhir tahun.
Hal itu bisa menyusutkan ketersediaan vaksin untuk pekerja di layanan kesehatan dan kelompok rentan lainnya.
Semua negara kini perlu dapat akses lebih mudah pada vaksin virus yang suadh menghandurkan perekonomian global dan setidaknya 633.00 nyawa itu. Tapi, nampaknya hal itu tidak akan bisa tercapai dalam waktu dekat, setidaknya sampai 2021.