Bisnis.com, JAKARTA - Adanya persaingan antara pesawat khusus kargo atau freighter dengan pesawat penumpang yang dikonversi untuk mengangkut kargo di kabin pesawat dinilai perlu ada penyesuaian seiring meningkatnya jumlah okupansi penumpang di masa adaptasi kebiasaan baru ini.
Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Joni Gusmali mengatakan agar ini dapat berjalan lebih seimbang, mengingat angkutan penumpang pun mulai naik okupansinya maka izin angkutan niaga berjadwal perlu dikhususkan bagi rute kargo yang padat.
"Izin angkutan niaga berjadwal mengangkut kargo dalam kabin sebaiknya hanya untuk rute yang permintaan kargonya cukup besar misalnya hanya melayani rute yang permintaan kargonya selama ini di atas 30 ton per hari seperti dari dan ke Kualanamu, Batam, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Denpasar, Jayapura, dan Wamena," jelasnya, kepada Bisnis.com, Rabu (22/7/2020).
Menurutnya, selain rute domestik, rute dari dan ke luar negeri yang memerlukan pesawat dengan kapasitas besar dan belum bisa dilayani oleh pesawat kargo yang ada di Indonesia juga dapat dilakukan oleh pesawat angkutan niaga berjadwal.
Adapun, dilihat dari tingkat isian penumpang, Garuda Indonesia masih belum menemukan performa terbaiknya, karena dengan batasan penumpang sebanyak 50 persen kapasitas, angkutan penumpang setiap bulannya belum mencapai kapasitas maksimal tersebut.
Total penumpang Garuda Indonesia baik domestik maupun internasional pada Maret 2020 sebanyak 695.780 penumpang, semenetara kapasitas maksimalnya mencapai 1,5 juta penumpang. Pada April, jumlah penumpang turun drastis menjadi 72.188 penumpang dengan kapasitas maksimal mencapai 287.660 penumpang.
Baca Juga
Sementara itu, pada Mei 2020, penumpang Garuda mencapai 31.625 penumpang dari kapasitas maksimal 92.276 penumpang. Adapun Juni, total penumpang menjadi 80.395 orang dengan kapasitas maksimal 188.220 penumpang.
Dari data-data tersebut secara total Garuda Indonesia mengangkut 879.988 penumpang dari kapasitas maksimal 2,1 juta penumpang pada Mei-Juni 2020. Jumlah penumpang tersebut hanya 41,7 persen dari kapasitas maksimal penerbangan, artinya penumpang pun tidak mencapai 50 persen sesuai batasan yang ditetapkan Kemenhub.
Saat ini, pemerintah sudah mengizinkan enam maskapai nasional yang biasanya mengangkut penumpang, kini mengoperasikan pesawat penumpang tersebut untuk penerbangan khusus angkutan kargo domestik dari dan ke Bandara Soekarno-Hatta.
Tujuan alih fungsi pesawat penumpang menjadi angkutan kargo diharapkan mampu menjaga kapasitas angkutan di Soekarno-Hatta agar lalu lintas kargo tetap lancar dan maskapai niaga sangat berperan dalam menjaga konektivitas angkutan kargo di Indonesia, dengan mengoperasikan pesawat khusus penumpang yang juga mengangkut kargo.
Berdasarkan data PT Angkasa Pura I (Persero) pergerakan lalu lintas kargo periode Semester I/2020 turun 27,35 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Pergerakan lalu lintas penumpang turun 50 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019, sementara pergerakan lalu lintas Pesawat turun 37,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2019.
Sementara itu, Ketua Bidang Penerbangan Kargo INACA Muhammad Ridwan mengatakan potensi kargo udara Semester II/2020 ini kemungkinan semakin besar dibandingkan dengan Semester I/2020, karena biasanya pada Agustus 2020 sampai dengan Desember 2020 akan lebih banyak peningkatan kargo terutama di wilayah timur.