Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Global Web Index, terdapat lebih dari 76 persen pengguna internet berusia 16–64 tahun yang menghabiskan waktunya untuk menggunakan smartphone selama social distancing diberlakukan.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi berlangsung. “Banyak yang menyikapi perubahan perilaku konsumen ini sebagai kelesuan dalam bisnis,” kata Faradi Bachri, Country Director ADA in Indonesia.
Sebetulnya, menurut dia, konsumen tidak hilang. Mereka hanya beralih ke digital platform yang memungkinkan mereka untuk tetap beraktivitas dan bersoialisasi di tengah situasi pendemi.
Selain beralih ke digital platform, pandemi juga membuat masyarakat menahan konsumsinya. Pengeluaran terfokus pada kebutuhan harian, sementara sisanya ditabung. Masyarakat menunggu saat yang tepat untuk melakukan pengeluaran di luar kebutuhan harian.
Mengenai bisnis menyikapi hal ini, menurut Faradi, umumnya bisnis bereaksi dengan cara menahan semua pengeluaran yang berkaitan dengan aktivitas pemasarannya.
Mereka memilih menyimpan atau mengalihkan dana untuk digunakan pada situasi darurat. Dengan demikian, aktivitas pemasaran diprediksi menurun pada masa pandemi.
“Pada awal social distancing diberlakukan, aktivitas pemasaran cenderung lesu. Pebisnis mulai mengatur strategi dalam menghadapi dampak pandemi. Namun, ada beberapa perusahaan yang justru mampu memanfaatkan situasi ini untuk tetap melakukan komunikasi pemasaran melalui digital platform,” ujar Faradi.
Belanja Iklan Digital
ADA mencatat adanya pertumbuhan belanja iklan digital yang signifikan pada Januari hingga Juni 2020 dibandingkan dengan tahun lalu. Pertumbuhan tersebut mencapai 25 persen dengan puncak aktivitas belanja iklan pada Juni.
Naiknya belanja iklan digital secara signifikan, memperlihatkan bahwa pebisnis menanggapi kondisi ini dan beradaptasi dengan cepat. Mereka juga menyesuaikan pengelolaan pesan dan pendekatan kreatif agar relevan dengan situasi yang dihadapi konsumen, serta platform komunikasi yang digunakan yakni secara digital.
Menurut Faradi, di tengah kondisi pandemi. bisnis harus lebih mementingkan konsumen dengan cara memahami tidak hanya dari segi kebutuhan, tetapi juga kekhawatiran mereka. Selain penggunaan digital platform, pada tahap ini pemanfaatan data memegang peranan yang sangat penting.
Jika proses pengolahan dan analisis data dilakukan dengan benar, lanjutnya, bisnis atau perusahaan akan mendapatkan pengetahuan yang nantinya dapat diolah menjadi solusi yang tepat sasaran untuk konsumen.
ADA, singkatan dari analytics, data, advertising, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang AI (kecerdasan buatan) dan pengolahan data yang merancang dan menjalankan analisis secara digital terintegrasi serta solusi pemasaran.
Beroperasi di sembilan pasar di Asia Selatan dan Asia Tenggara, ADA bermitra dengan sejumlah merek terkemuka untuk mendorong kematangan digital dan data mereka, serta mencapai tujuan bisnis.
Kekuatan ADA perusahan teknologi tertanam pada layanan business insight. ADA memiliki sumber data yang besar, tim data scientist, dan pakar industri yang secara kolaboratif mengolah dan menganalisis data.
ADA juga percaya pada teknologi, otomatisasi, dan machine learning, di mana ADA membuat model, dasbor, serta memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menghasilkan insights yang berguna bagi bisnis.
Faradi melanjutkan bahwa pandemi corona tidak lantas mematahkan keinginan masyarakat untuk bepergian. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, mereka pun menghabiskan waktunya untuk melihat aplikasi atau konten yang berkaitan dengan traveling. “Tugas pemain bisnis adalah menangkap keinginan tersebut, kemudian membuat solusi bagi konsumen.”
Keinginan masyarakat pun dijawab oleh pelaku industri traveling dengan bentuk promosi seperti pay now, stay (or fly) later.
“Dengan promosi semacam ini, konsumen dapat merencanakan perjalanan dan membayar akomodasinya sekarang, kemudian melakukan perjalanan jika situasi kembali normal. Ini solusi tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga untuk keberlangsungan bisnis perusahaan,” paparnya.
Proses Digitalisasi
ADA melihat peralihan aktivitas dari offline ke online kemunginan besar menjadi permanen. Hal ini didorong oleh kesadaran masyarakat bahwa penggunaan digital platform untuk kehidupan sehari-hari tidak sesulit yang mereka bayangkan. Semuanya mudah dilakukan dan dapat dipenuhi dengan hanya menggunakan sebuah gadget.
Industri dan pelaku bisnis pun dipaksa untuk bertranformasi ke ranah digital. Misalnya, Faradi melihat kesehatan menjadi salah satu sektor industri yang mulai mengarah ke digital.
“Hal ini didorong oleh kebutuhan yang bertentangan dengan rasa khawatir masyarakat. Misalnya, saat sakit seseorang perlu konsultasi ke dokter. Namun, Covid-19 membuat mereka khawatir untuk keluar rumah. Pada saat inilah aplikasi kesehatan menjadi solusi.”
Pada akhirnya, kondisi pandemi memaksa masyarakat untuk beradaptasi, mengubah cara hidup dan aktivitas sehari-harinya.
“Pandemi menjadi kondisi yang menakutkan dan tidak terelakkan. Namun di sisi lain, kondisi ini mempercepat transformasi digital, sehingga kita dipaksa memanfaatkan digital platform untuk beraktivitas setiap harinya. Lambat laun, gaya hidup digital pun menjadi permanen,” kata Faradi.