Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Singapura mengakui kondisi ekonomi negara tersebut masih sangat buruk di tengah pandemi Covid-19.
“Meski gelombang infeksi selanjutnya lebih terbatas secara global, tidak jelas apakah kepercayaan untuk melanjutkan kegiatan ekonomi normal akan pulih,” ungkap Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS) Ravi Menon dalam suatu briefing.
“Masyarakat mungkin lebih lambat untuk kembali ke pola kerja sebelumnya selama virus ini masih beredar,” imbuhnya pada Kamis (16/7/2020), seperti dilansir dari Bloomberg.
Setelah melalui tekanan perang dagang Amerika Serikat-China pada 2019, ekonomi Singapura yang bergantung pada ekspor terpukul oleh pembatasan perjalanan akibat Covid-19, gangguan pada rantai pasokan, dan dampak lockdown oleh pemerintah terhadap konsumsi.
Pada Selasa (14/7/2020), Departemen Perdagangan dan Industri Singapura melaporkan produksi domestik bruto (PDB) terkontraksi 41,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Tak hanya lebih buruk dari median survei Bloomberg untuk kontraksi sebesar 35,9 persen, capaian tersebut adalah kontraksi terbesar secara kuartalan dalam sejarah pencatatan.
Baca Juga
Pemerintah memperkirakan ekonomi akan terkontraksi 4 persen hingga 7 persen tahun ini, meskipun Menon pada Kamis mencatat risiko kenaikan dan penurunan atas perkiraan tersebut.
Menurut Menon, sekitar 12 persen ekonomi Singapura berada di "pusat" dampak dari pandemi Covid-19. Sektor-sektor terkait perjalanan - termasuk maskapai penerbangan, akomodasi, seni dan hiburan, serta rekreasi - menyumbang sekitar 4 persen dari PDB Singapura.
“Sektor-sektor itu telah mengerahkan hambatan terbesar pada pertumbuhan ekonomi,” urainya. Di sisi lain, sektor jasa keuangan khususnya telah berjalan cukup baik di tengah pandemi.
Teknologi memungkinkan 85 persen pekerja di sektor keuangan dapat bekerja dari rumah selama lockdown, dengan gangguan minimal.
Pemerintah Singapura sendiri telah menggelontorkan sekitar S$93 miliar (US$67 miliar) dalam dukungan fiskal untuk mengurangi dampak ekonomi dari Covid-19, juga langkah-langkah seperti subsidi upah, keringanan sewa, dan peluang pelatihan kerja.
Sementara itu MAS, yang menggunakan mata uang sebagai alat kebijakan utama alih-alih suku bunga, mengambil langkah pelonggaran yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Maret demi membantu menopang perekonomian.