Bisnis.com, JAKARTA – PT Bio Farma (Persero) menyatakan akan melakukan uji klinis fase tiga pada Juli 2020. Adapun, perseroan akan mengajak dua institusi terkait uji klisnis tersebut dan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Seperti diketahui, Bio Farma, sedang bekerja sama dengan Sinovac Biotech Ltd untuk pengembangan vaksin Covid-19. Pengembangan tersebut saat ini sudah mencapai uji klinis tahap tiga atau pengujian terhadap manusia.
"Kami berencana untuk melakukan uji klinis [tapa tiga] dengan laboratorium uji Universitas Padjadjaran dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diharapkan hasil awal uji klinis bisa menjadi digunakan dengan kebutuhan emergency pada kuartal I/2021," ujar Direktur Utama Bio Farma Honseti Basyir dalam konferensi pers jarak jauh, Kamis (16/7/2020).
Seperti diketahui, proses pembbuatan vaksin secara umum diagi menjadi empat tahap yakni atahp perancangan, pengujian hewan, pengujian manusia, dan persetujuan regulator. Adapun, pengujian manusia dibagi menjadi tiga fase.
Setiap fase dalam pengujian vaksin kepada manusia memiliki waktu jumlah relawan yang berbeda. Adapun, jumlah relawan pada fase satu paling sedikit dengan, sedangkan relawan pada fase tiga memiliki relawan hingga ratusan ribu orang dengan waktu observasi paling lama.
Honesti menyampaikan pihaknya akan menguji prototipe vaksin Covid-19 hasil pengembangan Sinovac pada sekitar 100.600 relawan. Adapun, lanjutnya, rperseroan akan berperan aktif dalam pemilihan relawan tersebut.
Baca Juga
Dia berujar uji klinis vaksin hasil pengembangan Sinoves juga akan dilakukan di negara lain seperti Bangladesh dan Brazil. Seperti diketahui, Sinovec saat ini memilii kerja sama dengan berbagai insitusi di 30 negara.
Di samping itu, Honesti mendata saat ini perseroan dapat memproduksi hingga 100 juta dosis vaksin Covid-19 dengan fasilitas produksi saat ini. Secara paralel, lanjutnya, perseroan sedang menyelesaikan proses pembangunan fasilitas produksi tambahan sekitar 150 juta dosis.
Menurutnya, pemasangan fasilitas produksi baru tersebut ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Dengan kata lain, Bio Farma akan memiliki kapasitas produksi vaksin Covid-19 sekitar 250 juta dosis pada akhir 2020.
Di sisi lain, Honesti menyarankan agar masyarakat maupun pasien Covid-19 waspada terhadap produk medis yang mengklaim dapat menyembuhkan Covid-19. Menurutnya, konsumsi obat terapi dalam mengobati COvid-19 hanya dapat dilakukan dengan konsultasi maupun resepdari dokter spesialis.
"Obat-obat yang ada sekarang itu adalah obat yang diberian sesuai dengan simptom atau gejala sakit yang diderita pasien. [Lalu] jangan membeli obat yang belum ada izin dari BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan]," ucapnya.
Honesti memberikan contoh terkait euforia pada obat dexamethasone setelah pengumuman dari peneliti dari University of Oxford. Seperti diketahui, pengumuman tersebut menyatakan bahwa penggunaan dexamethasone pada pasien Covid-19 kritis dapat mengurangi potensi kematian.
Akan tetapi,Honesti mennyataan bahwa dexamethasone belum masuk ke dalam informatorium obat Covid-19 yang diterbitkan BPOM. Selain itu, lanjutnya, BPOM mengategorikan dexamethasone seagai obat anti radang, bukan oat antiviral maupun obat pernapasan.
Seperti diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menerbitkan informatorium obat terapi Covid-19. Dalam daftar tersebut, terdapat 12 jenis obat yang diproduksi oleh 113 pabrikan farmasi nasional.
Adapun, obat-obatan tersebut dapat ditemukan dalam 614 obat bermerek dan 232 obat generik. Selama Januari-Mei 2020, telah ada 48 permohonon nomor izin edar (NIE) kepada BPOM terakit penerbitan 12 obat tersebut.