Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia masih mencatatkan kinerja perdagangan defisit dengan sejumlah mitra utama yakni China, Australia, dan Thailand sepanjang semester I/2020.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit perdagangan tertinggi berasal dari China senilai US$5,32 miliar, diikuti oleh Thailand US$1,5 miliar, dan Australia US$874 juta pada Januari-Juni 2020.
“Komoditasnya yang impornya naik adalah garlic [bawang putih] dari Tiongkok, daging beku dari Australia, obat dari Inggris, dan ada pir dari Tiongkok,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui YouTube resmi BPS, Rabu (15/7/2020).
Namun, jika dibandingkan dengan semester I/2020, nilai defisit perdagangan dari ketiga negara tersebut tercatat turun dari periode yang sama tahun lalu.
Defisit perdagangan dengan China merosot 42,4 persen, lalu defisit dengan Thailand dan Australia turun masing-masing 22 persen dan 33 persen dari semester I/2019
Sementara itu, kontribusi impor bahan baku/penolong cukup dominan yakni 74,37 persen dari total impor sepanjang Januari-Juni 2020. Setelah bahan baku/penolong, komoditas impor utama lainnya adalah barang modal (15,5 persen), dan konsumsi (10,13 persen).
Adapun, nilai impor pada semester I/2020 mencapai US$70,91 miliar atau turun 14,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Juni 2020 adalah China senilai US$18,14 miliar (28,63 persen), Jepang US$6,09 miliar (9,61 persen), dan Singapura US$4,21 miliar (6,64 persen).