Bisnis.com, JAKARTA - Petani tembakau masih menunggu kepastian serapan pabrikan menjelang panen. Mereka meminta para pemangku kepentingan memfasilitasi terwujudnya perniagaan yang adil untuk kesejahteraan petani di masa pandemi pandemi Covid-19.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan perlu upaya bersama untuk mewujudkan tata niaga yang adil bagi kesejahteraan petani tembakau dan terciptanya kolaborasi antar stakeholder di industri hasil tembakau (IHT).
“Tembakau memberi sumbangsih luar biasa terhadap penerimaan negara, tenaga kerja, dan terhadap kesejahteraan petani. Kolaborasi stakeholder, pabrikan, seluruh pelaku usaha, petani dan industri akan membuat ketahanan menghadapi pandemi,” ujar dalam keterangan pers, Jumat (9/7/2020).
Selama ini, petani menghadapi banyak tantangan untuk menghasilkan tembakau berkualitas, termasuk dalam pengelolaan sebelum dan sesudah, fluktuasi harga di tingkat petani, hingga akses permodalan.
Dia mengatakan pemerintah dapat memberikan insentif sehingga industri ini dapat semakin eksis. “Dengan kepastian serapan dari pabrikan, kepastian harga, pemerintah yang mengatur regulasi secara fair, dan semua pelaku usaha mendapatkan porsi yang proporsional, tembakau semakin eksis."
Hendratmojo Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, menuturkan kemitraan bisa menjadi solusi. Dengan sistem kemitraan, pabrikan atau industri mendapatkan pasokan yang kontinu.
Baca Juga
“Kemitraan adalah solusi untuk pengembangan tembakau secara berkelanjutan. Pasokan industri terjamin, masa depan petani tembakau juga terjamin,” ujar pria yang akrab disapa Bagus ini.
Bagus mengharapkan petani yang mulai melakukan pembibitan atau pemasaran dipersilakan bergabung dengan kemitraan. Bila petani kesulitan benih atau membutuhkan akses pupuk, bisa difasilitasi lewat kemitraan. “Bahkan kesulitan permodalan, [bisa diatasi] lewat kemitraan."
Kementan, katanya, bisa membantu memfasilitasi akses pembiayaan KUR, dengan alokasi tahun ini senilai Rp50 triliun, termasuk untuk sektor perkebunan Rp 20,37 triliun.
Kementan mencatat saat ini produktivitas tanaman tembakau 970 kg/hektar per tahun. Padahal potensinya 2 ton-2,5 ton/ hektar per tahun. Untuk itu, produktivitas tembakau yang tersentralisasi di Jawa Timur, Bali dan NTB itu terus digenjot.
Adapun volume ekspor tembakau relatif stabil sepanjang 2019. Rata-rata ekspor tembakau adalah produk jadi sekitar 33.000 ton atau senilai US$ 201 juta.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menuturkan pentingnya dukungan pemerintah terhadap program kemitraan tembakau.
Saat ini program kemitraan budidaya tembakau sudah dijalankan secara mandiri oleh beberapa perusahaan. Metodenya bervariasi, beberapa perusahaan memilih kemitraan langsung dan lainnya melalui pemasok tembakau.
“Harapannya, program kemitraan bisa diteruskan dan mendapat dukungan pemerintah. Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani juga harus terus didorong implementasinya.”
Budidoyo berharap pemerintah dapat terus mendukung kelangsungan IHT utamanya melalui pembuatan kebijakan yang adil, salah satunya kebijakan kenaikan cukai yang terprediksi tidak seperti 2019 yang mana cukai tidak naik tetapi pada 2020 naik signifikan 23%. Kebijakan cukai pada 2021 hendaknya mengikuti kemampuan industri dan perkembangan ekonomi Indonesia.