Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian sedang menggodok beleid standar nasional Indonesia untuk dua produk dari industri hasil pengolahan tembakau lainnya yakni produk sistem pemanasan tembakau dan vaporizer.
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyatakan bahwa pemangku kepentingan saat ini sedang mendahulukan pembahasan standar nasional Indonesia (SNI) produk sistem pemanasan tembakau.
Produk sistem pemanasan tembakau adalah alat yang bertujuan untuk menghasilkan aerosol dari pemanasan rokok dengan ukuran khusus.
"Kami diperkenankan untuk ikut hadir dalam prosesnya agar kami dapat lebih memahami sehingga mempermudah untuk perumusan SNI vape pada tahun 2021," ujar Sekretaris Umum APVI Garindra Kartasasmita kepada Bisnis, Jumat (10/7/2020).
Garindra menyatakan bahwa SNI produk sistem pemanasan tembakau ditargetkan terbit pada akhir kuartal III atau awal kuartal IV/2020. Garindra menyatakan bahwa SNI yang diterbitkan nantinya masih bersifat sukarela.
Menurutnya, hal tersebut dilakukan agar pabrikan dapat menyesuaikan proses produksi dengan SNI yang akan diterbitkan tersebut. Hal yang sama juga akan berlaku bagi sistem vaporizer maupun cairan vaporizer.
Garindra menyatakan bahwa pembahasan dan penerbitan SNI vaporizer baru akan berjalan efektif pada 2021. Setelah penerbitan SNI, ujarnya, pabrikan dan Kemenperin baru akan membahas anjuran produksi atau good manufacturing process (GMP) sistem maupun cairan vaporizer.
Garindra menuturkan bahwa asosiasi maupun Kemenperin belum memulai sama sekali pembahasan terkait GMP industri vaporizer.
"[Pasalnya,] kami masih banyak [pabrikan berskala] IKM [industri kecil dan menengah], home industry juga banyak di daerah."
Dia menyatakan bahwa pihaknya juga belum membahas penetapan SNI wajib. Menurutnya, pembahasan tersebut akan berlangsung setelah pabrikan menjalankan SNI yang nanti diterbitkan.
Di sisi lain, ujar Garindra, kapasitas produksi pada semester I/2020 anjlok hingga 70 persen. Menurutnya, hal itu akan berlanjut pada semester II/2020 dan membuat target produksi akhir 2020 hanya akan tercapai 70 persen.
"Kami optimistis [produksi pada] semester II/2020 akan jauh lebih baik dibandingkan dengan semester pertama 2020. Akan tetapi, bila untuk menutupi kekurangan [produksi] pada semester pertama 2020 saya rasa belum bisa," katanya.