Bisnis.com, JAKARTA –Paruh kedua 2020 menjadi awal berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia alias IA-CEPA.
Sepuluh tahun dibahas di meja perundingan, kesepakatan ini rampung pada masa yang dibutuhkan. Ia menjadi harapan sekaligus katalis kebangkitan ekonomi dua raksasa yang tengah berjibaku dengan Covid-19.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam pernyataan resminya mengatakan, IA-CEPA akan memberi manfaat bagi eksportir Indonesia melalui penghapusan seluruh tarif bea masuk Australia. Dengan demikian, seluruh produk Indonesia yang masuk ke pasar Australia akan menikmati tarif 0 persen.
Agus menuturkan bahwa IA-CEPA disusun dengan konsep “Economic Powerhouse”, yakni kolaborasi antara Indonesia-Australia dengan memanfaatkan keunggulan negara masing-masing untuk menyasar pasar di kawasan atau di negara ketiga.
Konsep ini digadang-gadang dapat memfasilitasi kebutuhan bahan baku dengan harga kompetitif bagi industri dalam negeri.
“Covid-19 membuat hampir seluruh negara di dunia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga-IA CEPA dapat dijadikan momentum dan dorongan untuk menjaga kinerja perdagangan dan meningkatkan daya saing Indonesia,” papar Agus.
Baca Juga
Australia pun memiliki harapan serupa. Dalam keterangan resminya, Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham meyakini IA-CEPA bakal membawa peluang baru yang signifikan dalam perdagangan dan investasi bagi kedua negara.
Kemitraan komprehesif itu pun diharapkan menjadi bagian penting dalam strategi pasca-Covid.
“Dimulainya IA-CEPA akan menjadi peluang utama untuk memulai ekonomi babak baru dengan salah satu tetangga terdekat kami dan kedepannya akan membantu mempererat kemitraan antara kedua negara kita,” kata Birmingham, dikutip dari keterangan resminya, Senin (6/7/2020).
Di bawah IA-CEPA, Australia bakal menghapus semua tarif impor Indonesia ke Australia. Termasuk untuk kendaraan bermotor listrik. Birmingham mengatakan Indonesia akan memiliki fleksibilitas terbaik di antara semua mitra dagang dalam menggunakan input impor.
Pasar otomotif Australia sejatinya telah lama masuk dalam radar ekspor Indonesia. Kebutuhan otomotif yang mencapai 1,4 juta unit dalam setahun dinilai bisa menjadi peluang bagi Indonesia, terutama sejak aktivitas produksi otomotif di Negeri Kanguru tumbang satu per satu sejak awal 2010. Kini pasokan otomotif Australia dipenuhi lewat impor dari negara-negara Asia dan Eropa.
Terlepas dari prospek ini, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto menilai penurunan tarif masuk ke Australia tak serta-merta dapat menjamin aktivitas ekspor ke Australia dapat dimulai.
Sebagai bagian dari rantai pasok global, Jongkie mengemukakan ekspor produk otomotif masih dikendalikan oleh kantor pusat masing-masing perusahaan.
“Jika ingin ekspor, kita harus mengimbau prinsipal untuk mulai mengekspor dari Indonesia,” ujar Jongkie.
Selain itu, dia mengatakan produsen otomotif di dalam negeri harus mulai menjajaki apakah produksi di dalam negeri telah sesuai dengan kebutuhan pasar Australia. Indonesia saat ini tercatat menyuplai pasar luar negeri dengan 18 model dan varian mobil.
Namun dengan pasar Australia yang mayoritas menggunakan sedan, Indonesia justru belum mengekspor model tersebut.
Selain otomotif, kayu dan turunannya juga menjadi kelompok produk yang ekspornya dapat terdampak kehadiran IA-CEPA.