Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian ESDM mengusulkan asumsi subsidi listrik dalam RAPBN 2021 berkisar Rp54,11 triliun hingga Rp56,27 triliun.
Dalam bahan paparan Kementerian ESDM pada rapat kerja Komisi VII DPR, asumsi subsidi listrik pada tahun 2021 yang berkisar Rp54,11 triliun hingga Rp56,27 triliun dengan asumsi kurs Rp14.900 hingga Rp15.300 per dolar Amerika Serikat dan ICP US$40 per barel hingga US$50 per barel.
Lalu diperkirakan volume penjualan subsidi pada tahun depan mencapai 62,4 tera watt hour (Twh) dan selisih biaya pokok produksi (BPP) dan tarif tenaga listrik pada 2021 diperkirakan Rp846 per kwh hingga Rp902 per kwh.
Pada tahun lalu, realisasi subsidi listrik yang dibayarkan Rp51,71 triliun. Lalu rencana subsidi listrik pada APBN 2020 sebesar Rp54,79 triliun dengan outlook yang sekitar Rp58,18 triliun. Hingga Mei 2020, realisasi subsidi listrik mencapai Rp15,64 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menuturkan kenaikan besaran subsidi listrik pada tahun depan dikarenakan adanya kenaikan biaya pokok produksi (BPP). BPP sendiri sudah 2 tahun ini relatif tetap.
"Mungkin ada perhitungan kenaikan BPP sementara tarif tidak dinaikan jadi besaran subsidi meningkat," ujarnya kepada Bisnis, Senin (22/6/2020).
Baca Juga
Selain itu, kenaikan besaran subsidi listrik juga ada kemungkinan harga energi primer di 2021 akan lebih tinggi dari 2021. Tak menutup kemumhkinan adanya rebound harga bahan bakar dan minyak.
"Menurut saya asumsi subsidi harusnya disampaikan oleh Kementerian ESDM atau Kemenerian Keuangan," katanya.
Fabby menyoroti dana utang kompensasi subsidi listrik tahun 2018 dan 2019 yang belum dibayar pemerintah. Menurutnya, untuk dana kompensasi PLN kan sudah dianggarkan di Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Hanya tinggal waktu eksekusi saja sih. Ya kan anggarannya sudah ada," ucapnya.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa Mulyana menuturkan pihaknya heran dengan asumsi besaran anggaran subsidi listrik tahun 2021 yang sebesar berkisar Rp54,11 triliun hingga Rp56,27 triliun.
Menurutnya, asumsi untuk tahun 2021 itu hampir sama dengan asumsi sebelumnya tahun 2019 dan 2020.
"Padahal menurut hemat saya bahwa dampak Covid-19 justru adanya di 2021 sehingga seharusnya lebih rendah dari tahun sebelumnya," tuturnya.
Lalu dari pengalaman krisis ekonomi tahun 2009, imbas tahun 2008 dimana membutuhkan 3 tahun pemulihannya.
Oleh karena itu, asumsi ini seharusnya dibuat lebih realistis dan sesuai dengan kenyataan yang ada.
Dia berharap pemerintah juga segera dapat membayar piutang kompensasi subsidi listrik PLN yang telah dianggarkan dalam PEN. Hal ini untuk menjaga kesehatan cash flow PLN.