Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan pasar properti khususnya subsektor perumahan di luar Pulau Jawa masih tertahan meskipun aktivitas masyarakat sedikit telah diperlonggar. Tanda-tanda kenaikan penjualan belum terlihat di sejumlah daerah.
Sekretaris Realestat Indonesia (REI) Bali Gede Semadi Putra mengatakan bahwa bisnis perumahan di Bali belum menunjukkan peningkatan signifikan terhadap penjualan rumah yang dilatarbelakangi pelbagai alasan.
Menurutnya, meskipun ekonomi perlahan mulai bergerak jelang menatap fase kenormalan baru, akan tetapi hal tersebut tak serta merta dapat mendorong penjualan rumah. Alasannya, masih banyak masyarakat yang lebih mengutamakan kesehatan dan kebutuhan pokok lainnya ketimbang membeli properti.
Terlebih, Bali terdampak sangat signifikan karena corona lantaran aktivitas pariwisata yang menopang ekonomi masyarakat Bali ikut tergerus mengingat hotel pun ikut ditutup. Padahal, banyak tenaga kerja yang bergerak di bidang hotel dan restoran.
"Sedangkan pembeli dari luar Bali pun belum betul-betul bergerak untuk berinvestasi di Bali masih mengutamakan kesehatan mereka sendiri baik secara fisik maupun ekonomi," katanya pada Bisnis, Selasa (16/6/2020).
Selain itu, kata dia, masalah lainnya adalah perbankan sangat ini lebih selektif dalam penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Padahal, potensi pasar masih tetap ada meskipun tak besar, terutama segmen rumah subsidi.
Baca Juga
"Demand-nya masih tetap ada. Kalau di Denpasar dan Badung, rumah dengan harga di bawah Rp500 juta masih ada potensi pasarnya hanya saja akan sangat selektif bank memberikan KPR," katanya.
Dia menyatakan bahwa perbankan juga masih belum bisa memproses permintaan KPR dari pegawai yang berasal di bidang hotel restoran dan kafe tersebut. Apabila kondisi ini terus terjadi, katanya, maka tidak mungkin pemulihan pasar perumahan di Bali akan mulai berangsur pulih pada tahun depan. Apalagi, dalam catatan Bisnis pasar perumahan di Bali anjlok 90 persen pada masa pandemi.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sulawesi Tenggara Syahiruddin Latif mengungkapkan hal serupa.
Di wilayahnya, penjualan rumah belum menunjukkan tanda-tanda yang membaik. Selain itu, faktor ketatnya perbankan dalam penyaluran KPR menjadi alasan tersendiri. Pihaknya mengadakan pertemuan dengan salah satu perbankan untuk mencari titik terang atas permasalahan yang ada.
Pengembang asal Kalimantan Selatan Royzani Syachril mengatakan bahwa pergerakan bisnis perumahan sebetulnya mulai terlihat sejak adanya pelonggaran akrivitas masyarakat. Pergerakan khususnya terjadi pada segmen rumah dengan harga Rp300 juta ke bawah.
Menurut dia, alasan masyarakat mulai mencari rumah lantaran aktivitas ekonomi perlahan mulai bergerak kembali setelah usahanya ditutup sementara sehingga mendorong kepercayaan masyarakat membeli rumah.
Hanya saja, dia menyatakan bahwa pergerakan ini kurang didukung oleh perbankan. Untuk itu, mantan Ketua DPD Realestat Indonesia Kalsel itu belum bisa memproyeksikan kapan pasar akan benar-benar pulih.
"Mudah-mudahan tahun depan asalkan perbankan juga memberikan kemudahan kepada nasabah atau endusernya karena yang sekarang terjadi perbankan masih membatasi diri hanya menerima yang penghasilan fix income, untuk non fix income belum bisa di terima. Ini yang sedikit menghambat," katanya.