Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meramalkan pertumbuhan produksi minyak sawit pada tahun ini akan menurun dari tahun lalu.
Hal tersebut dinilai akibat terdampaknya perkebunan sawit nasional oleh harga sawit yang rendah dan musim kemarau ekstrem.
Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan mencatat normalnya produksi minyak sawit akan tumbuh di kisara 3-5 persen per tahun. Namun demikian, harga minyak sawit yang anjlok pada tahun lalu membuat petani sawit mengurangi pemupukan yang pada akhirnya menjadi penyebab utama penurunan produktivitas tahun ini.
"Pada 2020 [produksi minyak sawit] akan mengalami perlambatan pertumbuhan. Karena kira-kira 30-40 persen pemupukan di perkebunan petani rakyat berkurang. Kita tahu bahwa 40 persen minyak sawit berasal dari perkebunan petani rakyat," katanya dalam konferensi pers jarak jauh, Rabu (10/6/2020).
Fadhil meramalkan produksi minyak sawit pada tahun ini akan tumbuh negatif sebesar 3,86 persen atau menjadi 43,7 juta ton dari realisasi akhir 2019 sebesar 45,5 juta ton. Selain itu, lanjutnya, performa ekspor akan terkontraksi hingga 3,5 persen menjadi 27,5 juta ton.
Seperti diketahui, harga minyak sawit pada 2019 tidak pernah menembus level RM2.200 per ton selama hampir tiga kuartal sejak Februari 2020. Harga minyak sawit tercatat baru menembus RM2.200 per ton pada awal kuartal IV/2019.
Baca Juga
Fadhil menyatakan perkebunan sawit milik swasta masih dapat menjaga volume pemupukan pada tahun lalu walaupun harga minyak sawit anjlok. Namun demikian, hal yang sama tidak dapat dilakukan perkebunan rakyat lantaran kemampaun arus kas yang rendah.
Adapun, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit mencatat produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) lebih rendah 12,2 persen dibandingkan dengan Januari-April 2019 menjadi 15,03 juta ton. Namun demikian, permintaan domestik meningkat sebesar 6,2 persen menjadi 5,93 juta ton.
Fadhil menilai salah satu indikator yang membuat pasokan minyak sawit tetap tinggi pada masa pandemi adalah penyelamatan program B30 oleh pemerintah. Menurutnya, program B30 tersebut meringankan beban yang ditanggung pabrikan dengan pelemahan permintaan ekspor.
"[Seperti] yang disebutkan presiden: sharing the pain antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha supaya bisa bertahan dalam Covid-19," ucapnya.
Fadhil menjabarkan langkah yang telah doilakukan pemerintah untuk menyelamatkan program B30 adalah meningkatkan dana pungutan menjadi US$55 dari sebelumnya US$50. Selain itu, lanjutnya, mengalokasikan anggaran negara senilai Rp2,87 triliun dalam rangka subsidi bahan bakar nabati (BBN) selama pandemi Covid-19.
Fadhil menilai alokasi anggaran negara lebih dari Rp2 triliun tersebut bukan subsidi. Menurutnya, anggaran tersebut merupakan tambahan anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP).
Fadhil berpendapat dana tersebut lebih ditujukan agar BPDP dapat lebih gencar menyelenggarakan program-program kesejahteraan petani sawit, pengamanana lahan, pelatihan promosi, dan program lainnya. Menurutnya, anggaran tersebut sedikit banyak memperbaiki atau memperpanjang imunitas BPDP.
"Sehingga, anggaran B30 bisa jalan," ucapnya.