Bisnis.com, JAKARTA – Produksi dan penjualan batu bara diperkirakan menurun pada kuartal II tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga kini realisasi produksi mencapsi 233,64 juta ton atau sebesar 42,48 persen dari rencana 550 juta ton. Lalu untuk realisasi ekspor mencapai 123,18 juta ton atau sebesar 31,18 persen dari rencana ekspor yang mencapai 395 juta ton.
Dari Januari hingga Mei tahun ini, produksi batu bara Indonesia mencapai 228,61 juta ton atau sebesar 41 persen dari target produksi tahun ini dan ekspor mencapai 122,27 juta ton.
Angka ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan realilsasi produksi dan ekspor batu bara periode Januari hingga Mei tahun lalu.
Adapun produksi batu bara dari Januari hingga Mei tahun lalu mencapai 250,3 juta. Lalu untuk ekspor batu mencapai 193,82 pada periode Januari hingga Mei tahun lalu.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan penurunan produksi dan penjualan pada kuartal II tahun 2020 akan terjadi karena permintaan yang enurun akibat pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga
"Performa produksi di kuartal 2, diproyeksikan lebih rendah dari kuartal I dan kuartal II tahun lalu karena rendahnya permintaan China, India, Malaysia, Thailand dan Philippines, termasuk melemahnya konsumsi batu bara di dalam negeri," ujarnya kepada Bisnis, Senin (8/6/2020).
Menurutnya, dengan adanya penurunan permintaan batu bara dibandingkan dengan tahun lalu akan berdampak pada akan adanya revisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB).
"Hal ini dilakukan apabila rencana produksi dan penjualan sudah tidak sesuai lagi dengan rencana yang diajukan sebelumnya. Apalagi hal ini juga menyangkut dengan pandemik Covid-19 yang secara global akan mempengaruhi semua industri terutama adanya pengurangan pemakaian tenaga listrik," katanya.
Saat ini, perusahaan tambang harus mengikuti protokol Covid-19 yang dikeluarkan pemerintah misalnya seperti PSBB, social dan physical distancing. Pengaturan ini diperlukam diinternal perusahaan untuk mencegah penularan covid-19 ini ke karyawan perusahaan sehingga ada pengaturan khusus terutama untuk operasional.
"Dampaknya bisa menurunkan produktifitas, worse case jika kasus positif banyak terjadi di tambang, tambang bisa ditutup untuk sementara," tutur Rizal.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menuturkan produksi dan penjualan batubara di kuartal ke II akan cenderung stagnan mengingat dampak Covid-19 diperkirakan baru akan terasa di Kuartal ke II ini.
"Kalaupun ada potensi kenaikan tidak akan siginifikan jika hal tersebut dipicu kenaikan permintaan dari China jika perekonomiannya sudah mulai recovery dari dampak Covid-19," ucapnya.
Dia menuturkan untuk prospek kuartal ke III dan sampai akhir tahun diperkirkaan masih memungkinkan untuk ada kenaikan produksi meskipun sangat berat untuk bisa mencapai target realisasi produksi tahun ini.
"Sejauh ini belum ada regulasi pemerintah yang menghambat kinerja perusahaan batubara, bahkan beberapa kebijakan sangat menguntungkan perusahaan untuk bisa meningkatkan kinerjanya. Namun di tengah pandemi ini dibutuhkan insentif dari pemerintah," tutur Bisman.