Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Pastikan Dana Kompensasi Bukan Bagian Program PEN

Pembayaran kompensasi kepada Pertamina dan PLN juga sebagai pemenuhan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang mewajibkan pemerintah membayarkan utang kompensasi kepada dua BUMN tersebut.
Aktivitas warga dengan latar gardu induk PLN di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas warga dengan latar gardu induk PLN di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memastikan pembayaran kompensasi untuk Pertamina dan PLN tidak masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan bahwa pembayaran kompensasi untuk PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional.

"Kompensasi itu ke Pertamina dan PLN bukan sebagai Pemulihan Ekonomi Nasional [PEN]. Itu tidak ada di sini, itu adalah kewajiban pemerintah," tegas Febrio. Kamis (4/6/2020).

Menurut Febrio, PEN ini dirancang untuk memperbaiki ekonomi yang tertekan karena pandemi Covid-19.

"Kami tidak klaim kompensasi sebagai pemulihan ekonomi nasional. itu tidak ada di sini," tegasnya.

Pembayaran kompensasi ini juga sebagai pemenuhan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang mewajibkan pemerintah membayarkan utang kompensasi kepada dua BUMN tersebut.

Febrio menambahkan kompensasi hanya diberikan jika subsidi yang diberikan kepada BUMN lebih kecil dari realisasi kegiatan.

"Dengan adanya audit BPK, pemerintah harus membayarkan kompensasi itu yang adalah merupakan kewajiban pemerintah yang sudah bertahun-tahun."

Namun, di sisi lain, kondisi Pertamina dan PLN memerlukan dukungan tahun ini. Ini menyangkut sovereignity kedua BUMN tersebut yang telah terhitung sebagai perusahaan global.

"Akhirnya, pemerintah juga memasukan itu sebagai pertimbangan," tambah Febrio.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan pencarian dana Jumbo sebesar Rp153,83 triliun untuk sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkena dampak Pademi Convid-19.

Kucuran dana tersebut dialokasikan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat dampak pademi Convid-19.

Adapun alokasi dana itu dibagi dalam tiga kategori, terdiri pembayaran utang pemerintah kepada BUMN sebesar Rp108,48 triliun, penyertaan modal negara (PMN) Rp25,7 triliun, dan dana talangan Rp19,65 triliun.

"Pembayaran utang pemerintah itu di antaranya dibayarkan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp45,42 triliun untuk pelunasan dana kompensasi dari pemerintah kepada PLN," ujarnya, Kamis (4/6/2020).

Dana kompensasi merupakan utang pemerintah kepada PLN sebagai konsekwensi kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik sejak 2017 hingga kini. Padahal, biaya keekonomian produksi listrik, yang ditetapkan berdasarkan 3 variabel utama, yakni: kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, ICP (Indonesia Crude Price), dan inflasi pada tahun berjalan, sudah mengalami kenaikan dalam 3 tahun terakhir.

Selisih antara biaya keekonomian produksi listrik dengan tarif listrik ditetapkan pemerintah diperhitungkan sebagai kompensasi yang dibukukan sebagai utang pemerintah kepada PLN.

Pada 2017, PLN mencatatkan kompensasi sebesar Rp7,46 triliun yang baru dibayar pemerintah pada 2019. Dana kompenasi pada 2018 sebesar Rp 23,17 dan pada 2019 sebesar Rp22,25 triliun, total dana kompensasi pada 2018 dan 2019 sebesar Rp45,42 triliun, yang baru akan dibayar pada 2020.

"Pembayaran dana kompensasi dari APBN 2020 itu dimasukkan dalam anggaran program PEN akibat dampak pademi Convid-19," kata Fahmy.

Selain dana kompensasi sebesar Rp45,42 triliun, PLN memang memperoleh PMN sebesar Rp5 triliun. Tambahan PMN itu masih sangat wajar, lantaran PLN menjalankan berbagai penugasan pemerintah.

Selama masa Pandemi Convid-19, PLN juga menjalankan tugas pemerintah untuk menggratiskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan memberikan diskon 50 persen bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi.

"Insentif itu dapat meringankan beban rakyat miskin dan rentan miskin, yang terpuruk selama Pandemi Covid-9. Keringanan biaya listrik itu berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020. dibutuhkan dana sekitar Rp3,57 triliun. Untuk perpanjangan dan perluasan kebijakan itu tentunya dibutuhkan biaya yang lebih besar lagi," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper