Bisnis.com, JAKARTA - Indikasi peningkatan transaksi keuangan mencurigakan mulai tercium sejak awal tahun (Januari - Februari) atau sebelum virus corona diidentifikasi menjangkit di Indonesia.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dikutip Senin (18/5/2020) menunjukkan selama Februari 2020, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan penyedia jasa keuangan (PJK) kepada PPATK sebanyak 8.018 LTKM, dengan rata-rata penerimaan sebanyak 401 laporan per hari.
Pelaporan LTKM selama bulan ini naik 38,1 persen dibandingkan jumlah pada bulan Januari 2020 lalu (m-to-m) atau lebih tinggi 55,3 persen dibandingkan dengan jumlah LTKM selama Februari 2019 (y-on-y).
Kepala PPATK Dian Ediana Rae belum memberikan keterangan terkait tren peningkatan transaksi mencurigakan tersebut. "Iya nanti saya jawab ya," kata Dian saat dihubungi, Senin (18/5/2020).
Adapun, lembaga intelijen keuangan ini menjelaskan berdasarkan profil terlapornya, sebagian besar atau sebanyak 88,5 persen terlapor LTKM yang disampaikan selama tahun 2020 adalah perorangan. Sedangkan 11,5 persen selebihnya merupakan korporasi.
PPATK juga menyatakan hanya 33,7 persen LTKM laporan terindikasi tindak pidana, dan selebihnya sebanyak 66,3 persen LTKM tidak terisi atau belum mengindikasikan tindak pidana. Indikasi tindak pidana asal yang dominan adalah Penipuan (43,1 persen), Korupsi (16,8 persen), dan Narkotika (8,2 persen).
Baca Juga
Adapun, dilihat dari sisi jumlah Pihak Pelapor, selama Februari 2020 tercatat sebanyak 243 PJK telah menyampaikan LTKM kepada PPATK. Sebagian besar LTKM atau sebanyak 53,4 persen LTKM disampaikan oleh PJK Bank,
sedangkan 46,6 persen selebihnya disampaikan oleh PJK Non Bank.
Sementara mayoritas TKM selama periode ini terjadi di DKI Jakarta (49,7 persen), Jawa Barat (10,5 persen), dan Kepulauan Riau (7,1 persen).