Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom dari Indef Eko Listiyanto mengapresiasi keputusan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang menolak usul DPR RI untuk mencetak uang demi menambal defisit akibat wabah Covid-19.
Menurutnya, pencetakan uang dalam jumlah besar dan melebihi kebutuhan berpotensi membuat inflasi meroket.
"Ingat tidak, Indonesia pernah hiperinflasi hingga 600 persen pada era Orde Lama. Langkah BI untuk menolak cetak uang sudah tepat," katanya saat diskusi virtual, Rabu (6/5/2020).
Dia menuturkan injeksi likuiditas atau quantitative easing (QE) yang dilakukan BI tidak perlu dengan mencetak uang baru.
Pencetakan uang baru, lanjutnya, akan menyebabkan pemerintah tak bisa menjaga lonjakan inflasi. Pasalnya, pemerintah akan kesulitan untuk menyerap kelebihan likuiditas di lapangan ketika ekonomi pulih kembali kala wabah Covid-19 terhenti.
Selain itu, Eko menilai QE dengan mencetak uang baru justru akan menimbulkan kegelisahan di pasar. Investor akan menilai bahwa pemerintah dan bank sentral Indonesia tidak memanajemen likuiditas dengan prudent.
Baca Juga
"Politikus jangan membandingkan tindakan QE Amerika Serikat dan Jepang. Dolar dan Yen itu mata uang yang diterima di seluruh dunia. Rupiah kan tidak, emang [Presiden AS Donald] Trump mau serap rupiah? Kalau iya, silakan cetak uang," imbuhnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menolak mentah-mentah usulan DPR RI agar bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar untuk menyelamatkan ekonomi akibat wabah Covid-19.
Menurutnya, pernyataan agar BI mencetak uang lalu dibagikan ke masyarakat salah dan tidak sesuai dengan kebijakan moneter yang prudent.
Dia menuturkan pernyataan tersebut salah kaprah, sehingga bisa menimbulkan kebingungan masyarakat. Menurut Perry, BI selama ini berpengang pada tugasnya untuk melakukan operasi moneter, baik untuk uang kartal maupun uang giral.
"Sekarang kita dengar ada pandangan masyarakat, jadi untuk mengatasi Covid-19 Bi cetak uang saja lalu dibagikan ke masyarakat. Tidak usah khawatir inflasi. Mohon maaf, itu bukan praktik kebijakan yang lazim dilakukan BI," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/5/2020).