Bisnis.com, JAKARTA - Catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas tingginya imbal hasil surat berharga negara (SBN) dibandingkan dengan negara-negara peers dinilai kurang tepat oleh ekonom.
Sebelumnya, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 BPK menemukan bahwa strategi pengembangan pasar SBN domestik masih belum meningkatkan likuiditas pasar SBN secara efektif. Hal ini terutama karena pemerintah tidak memiliki indikator yang jelas atas kebijakan pengembangan pasar SBN.
Upaya pendalaman pasar SBN dan mitigasi risiko sudden reversal dengan perluasan basis investor domestik juga masih belum sepenuhnya efektif.
Akhirnya, upaya pengembangan pasar SBN untuk mendapatkan imbal yang rendah menjadi tidak terukur dan tidak terarah. Imbal hasil yang ditawarkan oleh SBN pun akhirnya harus lebih tinggi dibandingkan negara lain.
Kepala Ekonom Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Sugandi mengatakan tekanan pada imbal hasil SBN ini salah satunya disebabkan oleh target penerimaan pada APBN yang sering tidak tercapai.
"Walaupun pemerintah sudah menggunakan strategi frontloading, pemerintah masih bisa disudutkan oleh investor dengan meminta imbal hasil lebih tinggi," kata Eric, Selasa (5/5/2020).
Target penerimaan yang sering tidak tercapai dan juga kurang realisits inilah yang membuat imbal hasil SBN relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara peers.
Faktor yang lain yang terkait dengan imbal hasil yang tinggi adalah tingginya kontribusi investor asing pada pasar SBN yang hampir mencapai 40 persen pada pasar sekunder pada situasi normal.
Investor asing memiliki daya tawar yang kuat dalam menentukan imbal hasil sehingga pemerintah pun terpaksa didorong untuk meningkatkan imbal hasil agar tidak terjadi capital outflow.
Eric pun menyarankan agar ke depan pemerintah menentukan target yang jelas dalam bentuk angka terkait likuiditas SBN di pasar serta membuat APBN dengan target penerimaan yang lebih realistis.
Lebih lanjut, investor domestik baik dari institusi dan ritel juga perlu didorong untuk membeli SBN agar ke depan proporsi kepemilikan asing pada SBN bisa berkurang secara bertahap.
"Jangan memaksa asing mengurangi share secara tiba-tiba karena justru akan menimbulkan capital outflow yang menekan rupiah," kata Eric.
Direktur Riset CORE Piter Abdullah menilai BPK salah diagnosa. Menurutnya, imbal hasil SBN sulit turun serendah negara lain karena imbal hasil SBN saat ini bersaing dengan imbal hasil instrumen moneter yang cukup tinggi. "Sayangnya BPK tidak melihat ini," kata Piter.
Menurut Piter, pasar keuangan Indonesia memiliki struktur yang berbeda dengan negara lain. Kebijakan moneter di Indonesia cenderung kontraktif dengan instrumen moneter yang menawarkan imbal hasil tinggi.
Hal ini memunculkan persaingan untuk memperebutkan dana publik dan bila pemerintah menetapkan suku bunga yang tidak bersaing, dana publik malah akan terserap oleh BI, bukan pemerintah.