Bisnis.com, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai ketidakselarasan antarkementerian menjadi penyebab kebingungan pemerintah daerah dalam melakukan realokasi anggaran.
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan ketidakselarasan atau disharmoni itu perlu segera diselesaikan agar realokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah bisa optimal.
Sekretariat Kabinet sebagai alat bantu presiden harus mengambil peran besar dalam rangka menyelaraskan regulasi antarkementerian.
"Tabrakan kebijakan antarkementerian membuat pemda memilih opsi menahan alokasi ketimbang jadi temuan belakangan hari," kata Robert, Rabu (29/4/2020).
Robert menilai saat ini masih banyak aturan pada level kementerian yang masih bertabrakan, sebut saja Kementerian Kesehatan yang melarang ojek online mengangkut penumpang di daerah yang menerapkan PSBB. Namun, aturan yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan justru membolehkan.
Saat ini, tekanan fiskal yang dialami oleh pemda sudah sangat serius lantaran kinerja perekonomian sektor sekunder dan tersier yang menurun dan menekan PAD.
Baca Juga
Hal ini ditambah lagi dengan berkurangnya transfer ke daerah yang dipangkas oleh pemerintah pusat lewat Perpres No. 54/2020.
"Dalam situasi ini, percepatan transfer menjadi kunci," kata Robert.
Namun, di satu sisi pemda juga perlu untuk efisiensi belanja dan mengalokasikan anggaran pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial dan penanggulangan dampak ekonomi.
Seperti diketahui, pemda diwajibkan untuk merasionalkan belanja pegawai dengan memangkas tunjangan tambahan, tunjangan kinerja, dan insentif sejenis bagi ASN Pemda agar tidak melebihi nominal yang ada di pemerintah pusat.
Belanja barang/jasa dan belanja modal wajib dirasionalisasi paling sedikit masing-masing hingga 50 persen dari anggaran awal.
Secara khusus untuk belanja modal, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2020 bahwa bila rasionalisasi belanja modal tidak mencapai 50 persen, maka selisih kekurangan rasionalisasi bisa dibebankan atau dipenuhi dari rasionalisasi jenis belanja lain selain belanja pegawai dan bansos.
Bila realokasi APBD yang dilakukan oleh pemda belum sesuai ketentuan, penyaluran DAU bisa ditunda dan bahkan dipotong.
Penundaan atas DAU mencapai 35 persen dari DAU mulai dari periode penyaluran DAU per Mei 2020. Penundaan dilakukan hingga pemda melaporkan hasil realokasi anggaran sesuai ketentuan.
Bila hingga akhir 2020 pemda yang ditunda penyaluran DAU tak kunjung melaporkan hasil penyesuaian APBD, maka besaran DAU yang tertunda tidak dapat disalurkan kepada pemda bersangkutan.
Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga kemarin, Selasa (28/4/2020), sudah terdapat 426 pemerintah daerah (pemda) yang melaporkan hasil realokasi APBD sesuai dengan keputusan bersama.
Adapun nominal APBD yang terkumpul untuk penanganan Covid-19 tercatat mencapai Rp63,88 triliun yang terdiri dari untuk belanja bidang kesehatan Rp26,6 triliun, penanganan dampak ekonomi Rp10,98 triliun, dan social safety net sebesar Rp26,29 triliun.
"Nilai refocusing dan realokasi tersebut akan diperiksa kembali oleh Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu sebagai dasar penyaluran dana alokasi umum (DAU) bulan Mei," kata Plt. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochammad Ardian Noervianto, Rabu (29/4/2020).