Bisnis.com, JAKARTA - Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 diperlukan dalam rangka merespon tantangan ekonomi yang muncul dari pandemi COVID-19.
Seperti diketahui, Perppu No. 1/2020 diperkarakan oleh tiga pihak - dalam perkara nomor 23/PUU-XVIII/2020 - yaitu diajukan mantan Ketua MPR Amien Rais, eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sirajuddin (Din) Syamsuddin, dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono.
Permohonan kedua dengan perkara Nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA. Kemudian satu perkara lainnya dimohonkan oleh Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan tekanan ekonomi sangat nampak dari nilai tukar yang melemah, IHSG yang tertekan, turunnya penerimaan negara, hingga harga komoditas yang merosot.
Lembaga-lembaga internasional sendiri sudah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global bakal terkontraksi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri hanya berkisar 0,5 persen hingga -3,5 persen.
Kondisi genting ini mendorong pemerintah untuk segera mengambil tindakan cepat, salah satunya dengan merevisi APBN 2020 yang posturnya masih mengasumsikan perekonomian bakal berjalan normal-normal saja.
Baca Juga
"Untuk menangani problem kesehatan dan ekonomi, kota masih terbelenggu oleh UU Keuangan Negara dan UU APBN,terutama tentang batas defisit APBN 3 persen dari PDB," kata Yustinus, Selasa (28/4/2020).
Adapun prosedur untuk merevisi APBN yang perlu dilalui juga berliku dan bila defisit ditingkatkan di atas 3 persen dari PDB tanpa adanya Perppu, pemerintah bisa dianggap melanggar UU.
Yustinus menjamin pemerintah tidak akan bermain-main dengan defisit anggaran karena pelaksanaan APBN diawasi oleh berbagai pihak, mulai dari BPK RI hingga DPR RI.
Pelaksanaan APBN sendiri tidak serta merta mengutamakan pelebaran defisit, tetapi dengan melakukan refocussing, realokasi, penyesuaian belanja, dan optimalisasi saldo anggaran lebih (SAL), dana abadi, hingga dana BLU, lalu pembiayaan utang.
Setelah realokasi, ditemukan nominal mencapai Rp405,1 triliun yang diaokasika untuk belanja bidang kesehatan Rp75 triliun, social safety net Rp110 triliun, dukungan industri Rp70 triliun, dan program pemulihan ekonomi Rp150 triliun.
Kalaupun anggaran yang dibutuhkan lebih tinggi, hal ini pun dimungkinkan lewat Perppu No. 1/2020. "Kadin bilang butuh Rp1600 triliun. Nah! Bagaimana mau nambah segitu tanpa Perppu?"