Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skenario Terburuk, Industri Manufaktur Diproyeksi Hanya Tumbuh 0,8 Persen

Ada dua skenario pertumbuhan kinerja industri manufaktur dengan mempertimbangkan dampak virus corona.
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kinerja industri manufaktur diperkirakan bakal tumbuh di bawah 1 persen dengan skenario terburuk pertumbuhan ekonomi 0,5 persen akibat tekanan virus corona atau Covid-19.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut jika covid-19 semakin memburuk dan menekan perekonomian maka proyeksi pertumbuhan manufaktur hanya akan berkisar 0,7-0,8 persen. Di sisi lain, dengan skenario pertumbuhan ekonomi 2,4 persen, maka kinerja manufaktur juga mendapat porsi berbeda.

"Jika sesuai hal itu barangkali manufaktur bisa tumbuh 2,5-2,6 persen tetapi jika Covid-19 memburuk dan PE pada skenario 0,5 persen maka penyesuaian pertumbuhan industri 0,7-0,8 persen," katanya, Selasa (21/4/2020).

Adapun angka itu jauh dari prediksi awal tahun sebelum adanya pandemi Covid-19. Kala itu Agus optimistis industri Tanah Air dapat melaju pada kisaran 5,3 persen.

Menurutnya, sesuai dengan PMI sampai Februari manufaktur juga masih menunjukkan geliat yang baik. Hal itu pun tercermin dari realisasi kontribusi ekspor manufaktur yakni 78,96 persen dari seluruh sektor.

Kinerja pengapalan sektor manufaktur nasional pada tiga bulan pertama tahun ini meningkat 10,11 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sepanjang kuartal I/2020, ekspor dari industri pengolahan menembus angka US$32,99 miliar, sedangkan nilai impornya tercatat sekitar US$31,29 miliar.

"Jadi ada surplus sebesar US$1,7 miliar. Bahkan, ekspor industri pengolahan pada kuartal I/2020 memberikan kontribusi signfikan hingga 78,96 persen terhadap total ekspor nasional yang mencapai US$41,78 miliar,” tuturnya.

Adapun lima sektor sebagai penyumbang terbesar yaitu industri makanan yang membukukan senilai US$7,17 miliar, industri logam dasar US$5,48 miliar, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$2,99 miliar, industri pakaian jadi US$2,02 miliar, serta industri karet, barang dari karet dan plastik US$1,78 miliar.

“Kami melihat bahwa terjadi shifting pertumbuhan ekspor yang awalnya didorong oleh CPO dan produk hilirnya serta tekstil pada 2019 dan pada kuartal I/2020 khususnya Maret ini, kedua komoditas tersebut tergantikan oleh besi baja termasuk logam mulia, serta kertas dan permesinan,” ujar Agus.

Pertumbuhan ekspor yang tinggi dari komoditas besi baja, didorong oleh perusahaan di Kawasan Industri Morowali dengan tujuan pasar utamanya ke China dan beberapa negara lainnya. Meski demikian, komposisi nominal ekspor terbesarnya masih ditempati oleh CPO dan produk hilirnya, serta tekstil dan alas kaki.

"Sayangnya kondisi yang sedang baik-baiknya ini harus dihadapkan pada covid-19 tetapi tidak apa-apa kita hadapi bersama, Insha Allah kita menang," kata Agus.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper