Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Pengusaha Emas Hitam Di Kala Pandemi Covid-19

Tertekannya harga batu bara yang ditambah oleh mewabahnya corona, menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi para pengusaha di sektor tersebut.
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Virus Corona (Covid-19) belum ada tanda-tanda berakhir. Padahal, tahun ini, awalnya menjadi periode yang diharapkan sektor pertambangan batu bara bersinar.

Banyaknya negara yang melakukan lockdown  atau pembatasan wilayah akibat wabah corona telah berdampak pada sektor batu bara Tanah Air. Ditambah lagi, harga batu bara yang juga tengah tertekan dalam empat bulan pertama pada 2020.

Untuk diketahui, harga batu bara Acuan (HBA) pada April mencapau US$65,77 per ton atau turunUS$1,31 per ton dari Maret.

Sebelumnya HBA pada Januari 2020 mencapai US$65,93 per ton turun dari Desember 2019 sebesar US$66,30 per ton. HBA mengalami sempat mencatatakan fluktuasi pada Februari dan Maret, di mana pada  Februari naik di Februari US$66,89 per ton dan Maret mencapai US$67,08 per ton.

Sepanjang tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan produksi batu bara mencapai 550 juta ton. Adapun realisasi produksi batu bara di tahun lalu mencapai 616 juta ton dari target awal yang sebesar 489 juta ton.

Hingga kuartal I/2020, produksi batu bara mencapai 143,2 juta ton, sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 147,78 juta ton.

Kendati demikain, para pelaku usaha batu bara mengaku belum terlalu terdampak oleh wabah Covid-19.

Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo menuturkan hingga saat ini Covid-19 belum berdampak signifikan pada kinerja perusahaan.

"Sampai saat ini masih sesuai dengan target," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Namun demikian, oerusahaan tengah mempelajari beberapa opsi salah satunya diversifikasi market di tengah pandemi Covid-19 dan tekanan pada harga batu bara.

"Pengaruh Covid 19 bersifat global. Bukanlah hal yang mudah," kata Leo.

Port Manager dan Kepala Teknik Tambang PT Arutmin Indonesia Ahmad Juaeni mengatakan sejauh ini kegiatan operasi tambang batu bara yang dioperasikan perusahaan masih berjalan normal. Merebaknya Covid-19 belum berdampak terhadap produksi batu bara perusahaan.

Meski demikian, perusahaan tak menutup kemungkinan untuk merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pada tahun ini. Saat ini perusahaan tengah fokus untuk mengoptimalkan target produksi yang telah dicanangkan.

"Sejauh ini belum ada penurunan produksi terkait dengan pengaruhnya Covid-19," ucapnya.

Dia mengungkapkan sepanjang Maret lalu, belum ada dampak yang ditimbulkan akibat Covid-19. Namun, ada beberapa peralatan yang baru saja datang tertahan lantaran adanya kebijakan mengenai pembatasan dari lokal setempat untuk keramaian.

"Secara global mungkin ada efeknya, demand naik apa turun, sedikit atau banyak," tuturnya.

Selain itu, kegiatan pengapalan batu bara selama ini juga masih berjalan normal. Pihaknya pun menjamin tak ada penundaan terkait dengan pengapalan.

"Jadi memang kalau penundaan tidak ada memang ada protokol yang lebih. Dari KKP, dari pelabuhan mana asalnya," terang Ahmad.

Corporate Communication PT Adaro Energi Tbk Febriati Nadira menuturkan saat ini belum ada perubahan jumlah produksi. Perusahaan pun akan tetap melakukan kegiatan eksplorasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dan akan terus fokus terhadap upaya peningkatan keunggulan operasional, pengendalian biaya dan efisiensi, serta eksekusi strategi demi kelangsungan bisnis.

"Pengaturan operasional tambang dilakukan dengan tetap mengedepankan kesehatan karyawan tanpa mengurangi produktivitas," ujarnya.

Selain itu, ekspor batu bara saat ini masih berjalan sesuai dengan jadwal. "Setiap unit bisnis telah menyiapkan plan manajemen krisis dan kami telah mengambil langkah tindakan pencegahan yang diperlukan untuk memastikan tidak ada gangguan," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat saat ini kondisi industri batu bara akan semakin tertekan terutama harganya akan turun akibat over supply. Perusahaan batu bara harus melakukan efisiensi secara menyeluruh dengan kondisi seperti ini.

"Biasanya yang dilakukan adalah bernegosiasi dengan perusahaan kontraktor pertambangan agar mendapatkan biaya produksi yang lebih murah," ucapnya.

Untuk perusahaan batu bara yang kalori rendah akan sangat terpukul dengan penurunan harga ini terutama yang memiliki jarak hauling yang relatif lebih jauh dari pelabuhan muat. Hal utama yang dilakukan adalah menurunkan stripping ratio (nisbah kupas) untuk menurunkan biaya pengupasan overburden. Perusahaan sedikit terbantu dengan harga minyak bumi yang relative lebih murah pada saat ini.

"Ini pun masih tergantung kepada Pertamina sebagai pemasok utama bahan bakar dalam negeri dalam hal penurunan harga bahan bakar tersebut," terangnya.

Dengan penurunan stripping ratio sebenarnya ada yang dirugikan yaitu konservasi sumberdaya batu bara. Dengan stripping ratio yang rendah, batu bara dengan stripping ration di atas yang direncanakan akan ditinggalkan dan kemungkinan tidak bisa ditambang lagi di kemudian hari sehingga akan mempengaruhi neraca sumberdaya dan cadangan batubara.

"Kecuali harga batubara naik dengan sangat signifikan, batu bara yang ditinggalkan tersebut dapat ditambang kembali," tutur Rizal.

Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan tekanan harga batu bara dan juga pandemi Covid -19 ini berdampak pada perusahaan tambang skala besar tidak akan menaikkan produksi. Para pengusaha ini akan memilih untuk bertahan dan wait and see atas kondisi saat ini sampai berapa lama.

"Perusahaan besar dengan kondisi saat ini lebih mudah bertahan. Untuk perusahaan kecil, apalagi kualitas batu bara rendah akan berat sekali bertahan," ujarnya.

Menurutnya, efisiensi korporasi harus menjadi pilihan di tengah kondisi sulit saat ini. Selain itu, secara makro keseluruhan menghadapi kondisi yang sama sehingga dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan stimulus.

"Ini harus mulai dipikirkan apapun bentuknya," katanya.

Menurutnya, dengan kondisi seperti ini jelas aktivitas eksplorasi akan berhenti. Perusahaan sebatas mempertahankan pasar dan market atas dasar cadangan terbukti yang dimiliki.

"Ke depan pemerintah harus mulai memberi perhatian bagaimana investasi eksplorasi dan aktivitas eksplorasi harus digalakkan kembali," tutur Singgih.

Terpisah, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sri Rahardjo mengatakan pihaknya memberikan keleluasaan bagi perusahaan batu bara yang ingin mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2020. Pasalnya, pihaknya tak menampik terjadi penurunan permintaan batu bara secara global akibat Covid-19.

"Bisa saja kalau demand berkurang, misalnya tujuan ekspor mereka melakukan pembatasan, otomatis penjualan menjadi berkurang pengurunan produksi bisa terjadi," ujarnya.

Sri menghimbau agar perusahaan yang ingin mengajukan revisi RKAB di tahun ini, khususnya mengenai target produksi dipersilakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper