Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah pusat dapat memberikan alasan rasional terkait dengan kesehatan kepada masyarakat dalam mengambil kebijakan imbauan atau larangan mudik merujuk pada hasil polling yang dilakukan kepada sejumlah kepala desa di Indonesia.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Ivanovich Agusta menjelaskan dengan polling dan mendalami alasan-alasan kepala desa dalam beropini setuju maupun tidak setuju untuk mudik dapat berkonsekuensi atas kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah.
Dia merekomendasikan agar aspek kesehatan menjadi argumen utama, terutama jika merujuk pada sikap tidak mudik sebagai opini mayoritas kepala desa. Kedua, jika kebijakan tidak-mudik hendak dikuatkan maka diperlukan kontra argumen sosial (seperti adat mudik) dan kontra argumen ekonomi (seperti pendapatan menurun di kota).
“Misalnya saja dengan kampanye keluarga masih bertatap muka lewat telematika, dan berkirim surat, agar tetap bisa kopi darat seusai pandemi. Sekarang hidup prihatin, tapi dengan berjauhan akan memutus pandemi, sehingga kelak pendapatan normal kembali,” jelasnya, Selasa (14/4/2020).
Menurutnya, hasil polling menunjukkan kepala desa berperilaku lebih rasional sehingga alasan kesehatan yang menjadi pertimbangan mendasar untuk tidak mudik. Oleh karenanya, lanjutnya penyajian informasi ilmiah atas aspek-aspek kesehatan selama pandemi Covid-19 menjadi penting dan jangan menggunakan landasan yang tidak ilmiah sebagai latar belakang kesehatan untuk mudik atau membatalkannya.
Berdasarkan hasil polling kesehatan masih mencuat sebagai alasan hampir mutlak bagi seluruh kepala desa yag mendukung larangan mudik atau sebanyak 88,92 persen dan sebanyak 86,24 persen bagi kades yang setuju terhadap imbauan tak mudik.
Baca Juga
Kepala desa yang mendukung imbauan tidak mudik mengemukakan alasan ekonomi sebanyak 33,54 persen, kemudian diikuti sosial 19,95 persen dan keamanan 21,32% persen.
Adapun bagi pendukung larangan mudik selain didasarkan alasan kesehatan, juga alasan sosial 24,59 persen, lalu diikuti ekonomi sebesar 16,28 persen dan keamanan sebesar 16,79 persen.
“Berbagai konfigurasi landasan argumen itu menunjukkan alternatif kebijakan perlu berlandaskan alasan kesehatan yang sekaligus ditautkan dengan alasan sosial, ekonomi, dan keamanan. Misalnya, tidak mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19, sebagai rasa sayang kepada anggota keluarga agar tidak terkena wabah, lagipula pemerintah menjamin kebutuhan dasar dan keamanan di kota,” imbuhnya.
Selain itu dalam polling ini, juga turut mengkaji latar belakang desa-desa. Ternyata, kepala desa yang dengan kategori opini setuju mudik maupun kategori opini tidak setuju mudik, memiliki kondisi desa yang serupa.
Keserupaaan itu mencakup aspek status perkembangan desa, demografi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, akses telematika, jalur logistik ke desa, lembaga finansial, mata pencaharian utama warga, keragaman agama, keragaman etnis dan keberadaan lembaga adat.
“Kondisi desanya serupa, tapi menghasilkan opini kades yang berbeda. Artinya, aman untuk menyatakan, bahwa opini kepala desa atas mudik tahun ini terutama didasarkan pada argumen-argumen rasional ketimbang primordial atau tradisi,”tekannya.
Hal ini juga mendukung rasio atau ilmu pengetahuan menjadi dasar penyusunan kebijakan mudik atau batal mudik pada tahun ini. Sebaiknya argumen ilmiah kesehatan lebih dikemukakan dibandingkan dengan jenis argumen lainnya. Sebab hal itu menjadi dasar pembentuk opini kepala desa.
Hasil polling ini mengambil sampel sebanyak 3.931 kepala desa pada di 31 provinsi di Indonesia. Margin error polling kali ini ialah 1,31%.