Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2020 bakal menjadi tahun gelap bagi investasi di Tanah Air. Kondisi ini tampak jelas dari indikator-indikator perekonomian yang dipublikasikan dalam beberapa waktu terakhir.
Kementerian Keuangan dalam skenario sedang pertumbuhan ekonomi 2020 yang dipaparkan di hadapan Komisi XI menerangkan bahwa laju pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) hanya sebesar 1,3% (yoy).
Tekanan terbesar terjadi pada kuartal II/2020 dan kuartal III/2020 dimana PMTB disebut bakal terkontraksi -0,3% (yoy) dan -1% (yoy). Adapun pada kuartal II/2020 PMTB diproyeksikan masih mampu tumbuh 3% (yoy).
Dengan ini, laju pertumbuhan PMTB pada kuartal I/2020 bakal lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,03% (yoy).
Perlambatan investasi ini pun semakin terkonfirmasi dengan laporan survei kegiatan dunia usaha (SKDU) kuartal I/2020 yang baru saja diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI).
Dari data tersebut, nampak realisasi investasi menurun dengan saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 2,61%, lebih rendah dibandingkan kuartal IV/2019 ataupun kuartal I/2019 dimana SBT dari investasi masing-masing mencapai 9,89% dan 9,62%.
Baca Juga
Secara sektoral, penurunan realiasi investasi terjadi paling besar pada sektor pertambangan dan penggalian serta manufaktur dengan SBT realisasi investasi masing-masing sebesar -2,4% dan -0,42%.
Sektor keuangan dan jasa-jasa tercatat masih merealisasikan investasi lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain dengan SBT realisasi investasi masing-masing sebesar 1,46% dan 1,35%.
Penurunan laju realisasi investasi juga semakin terkonfirmasi dengan terkontraksinya laju pertumbuhan impor, secara khusus impor barang modal.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan bahwa impor barang modal per Maret 2020 terkontraksi dalam, hingga -22,8% (yoy) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.
Dengan impor barang modal pada Maret tahun lalu mencapai US$2,2 miliar, maka impor barang modal pada Maret tahun ini sebesar 1,69% (yoy).
Hal ini melanjutkan penurunan impor barang modal pada Januari dan Februari 2020 yang masing-masing terkontraksi -5,26% (yoy) dan -16,44% (yoy).
Di sisi lain, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) masih optimis target realisasi investasi hingga Rp886 triliun pada 2020 bisa tercapai dan realisasi investasi pada kuartal I/2020 masih bisa melampaui realisasi pada kuartal I/2019 yang mencapai Rp195,1 triliun.
Memang, penghitungan realisasi investasi yang dilakukan oleh BKPM dan penghitungan laju pertumbuhan PMTB yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berbeda.
BKPM tidak mencatat investasi di sektor migas, perbankan dan lembaga keuangan nonbank, sewa guna usaha, industri rumah tangga, hingga UMKM. Selain itu, realisasi investasi yang tertera pada laporan BKPM juga berlandaskan pada Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang diterima oleh BKPM dari investor.
Namun, apakah mungkin realisasi investasi masih bisa bertumbuh di tengah situasi seperti ini?
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan BKPM seharusnya turut merevisi ke bawah target investasinya apabila pemerintah sendiri sudah merevisi target-targetnya.
Menurut Tauhid, sangat sulit bagi realisasi investasi tahun ini untuk melampaui realisasi tahun lalu, baik dalam setahun penuh maupun pada kuartal I/2020.
"Ketika pemerintah mengoreksi pertumbuhan, K/L harus ikut koreksi, jangan ada yang tinggi sendiri targetnya. Kalau bisa 50% dari target saja itu sudah bagus," kata Tauhid, Selasa (14/4/2020).
Untuk keadaan seperti sekarang, tidak ada investor luar negeri yang memiliki keinginan untuk merealiasikan investasi. Semua korporasi sedang berfokus untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya meminta sokongan dari BUMN untuk meningkatkan capaian penanaman modal dalam negeri (PMDN) di tengah turunnya penanaman modal asing (PMA) akibat Covid-19.
Agar capaian realisasi investasi pada kuartal I/2020 bisa lebih baik, Bahlil meminta kepada BUMN untuk segera melaporkan LKPM kepada BKPM.
"Arahan Pak Presiden untuk triwulan pertama, PMA agak menurun, supaya performa tidak turun maka kita andalkan investasi dalam negeri dimana pilarnya BUMN," ujar Bahlil pada 30 Maret lalu.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan BUMN banyak memiliki proyek strategis yang harus tetap berjalan meski wabah Covid-19 sedang melanda.
Bagaimanapun, proyek-proyek tersebut harus tetap berjalan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi ke depan dan membantu laju ekonomi saat ini.
Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengatakan langkah mendorong BUMN untuk berinvestasi di tengah pandemi sangat tidak layak untuk dilaksanakan.
"Meski demikian, memang dalam kondisi seperti ini jelas tidak mungkin berharap pada private investment, jadi BUMN perlu ambil peran sesuai kadarnya," kata Faisal, Selasa (14/4/2020).
Perlu ada sektor-sektor tertentu yang lebih diutamakan, seperti contoh sektor kesehatan atau IT yang saat ini amat sangat dibutuhkan akibat Covid-19 dan dilaksanakannya PSBB.
Kemampuan BUMN juga perlu turut dipertimbangkan. Jangan sampai BUMN dengan debt to equity tinggi dipaksa untuk berinvestasi.