Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu memperhitungkan dengan matang ketersediaan dan stok pangan untuk tiga sampai empat bulan ke depan, terutama pada komoditas yang banyak dipasok lewat pengadaan luar negeri.
Pasalnya jaminan ketersediaan ini menjadi mendesak seiring berkembangnya restriksi dagang yang dilakukan eksportir komoditas pangan sebagai respons untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri masing-masing.
Tren restriksi ini setidaknya mulai diperlihatkan oleh sejumlah negara Eropa Timur yang menjadi pemasok gandum utama global. Menyitir laporan Bloomberg, Kazakhstan bakal menerapkan batas ekspor gandum pada April di angka 200.000 ton dan 70.000 ton untuk tepung terigu.
Hal serupa dilakukan Rusia yang membatasi ekspor gandum sepanjang April sampai Juni di angka 7 juta ton.
Ukraina pun berencana membatasi ekspor selama periode 2019/2020 di angka 20,2 juta ton meski perkiraan awal Departemen Pertanian Amerika Serikat menyebutkan ekspor gandum Ukraina pada periode ini bakal mencapai 20,5 juta ton.
Dari daftar negara tersebut, Ukraina menjadi pemasok biji gandum terbesar kedua bagi Indonesia setelah Kanada.
Baca Juga
Sepanjang 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor biji gandum dan meslin dari Ukraina mencapai 2,99 juta ton dengan nilai US$698,79 juta. Indonesia pun mengimpor tepung terigu sebanyak 25.145 ton senilai US$8,0 juta dari negara beribu kota Kiev itu. Secara total, impor gandum yang dilakukan Indonesia pada 2019 berjumlah 10,69 juta ton, naik dibandingkan volume pada 2018 yang berada di angka 10,1 juta ton.
Laporan analis pasar Fitch Solutions menyebutkan bahwa pasokan pangan global sejatinya aman untuk periode 2020 sampai 2021 dengan produksi yang baik dan iklim yang mendukung.
Kendati demikian, jika pandemi Covid-19 makin meluas dan semakin banyak negara produsen pangan yang memberlakukan pembatasan dan penimbunan secara agresif, pasokan global dipastikan terganggu.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) pun memperkirakan pasokan global berpotensi terganggu pada April atau Mei. Kepala Ekonom FAO Maximo Torero Cullen mengemukakan hal ini akan dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah pekerja di sektor pertanian yang bekerja akibat kebijakan karantina, penurunan produksi ternak pun berpotensi terjadi seiring gangguan pada logistik pakan.
Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan menyatakan restriksi dagang dan gangguan logistik ini telah banyak diprediksi sejumlah pihak. Seiring adanya potensi gangguan perdagangan internasional, dia berpendapat Indonesia perlu memaksimalisasi potensi dalam negeri.
"Dari sisi produksi perlu ada insentif bagi produsen dalam negeri, apalagi bakal ada panen raya. Dari sisi distribusi dan perdagangan, Kemendag dan Kemenhub harus memastikan jalur distribusi dan perdagangan lancar. Insentif bagi para pengusaha jasa transportasi dan logistik perlu diberikan agar dapat memastikan arus bahan pangan di dalam negeri tetap berjalan," ujar Fajar kepada Bisnis.
Inisiasi kerja sama dinilai Fajar bisa dilakukan untuk memastikan komitmen para pemasok dalam menjaga stabilitas pasokan global, kendati demikian hal ini juga sulit direalisasikan mengingat bakal banyak negara yang lebih mengutamakan pasokan untu kebutuhan dalam negerinya.
"Saran saya, segera cek neraca pangan kita antarkementerian dan lembaga terkait. Jika memang perlu dilakukan impor, segerakan impor saat ini dengan pemberian fasilitas impor dari Kemendag," lanjut Fajar.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mengemukakan belum ada gangguan pasokan gandum maupun tepung terigu sampai saat ini. Namun asosiasi belum bisa memperkirakan bagaimana pasokan bahan baku industri makanan tersebut usai pada Juli mendatang.
"Seharusnya tidak ada masalah. Ukraina memang salah satu pemasok terbesar bagi Indonesia, tetapi ada juga Kanada, Amerika Serikat, dan Argentina juga," kata Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang kepada Bisnis, Rabu (8/4/2020).
Sosok yang akrab disapa Franky Welirang tersebut mengaku tak memungkiri jika terdapat sejumlah negara yang melakukan pembatasan pengiriman, namun hal tersebut dinilainya bukanlah masalah karena banyak negara yang menjadi eksportir gandum.
"Pilihan pasokan masih banyak. Panen juga mulai ada ketika Agustus nanti, lalu ada yang panen November," lanjutnya.
Stok bahan baku yang tersedia untuk produksi pun masih memadai. Menurut Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies, terdapat cadangan gandum di silo yang memadai untuk produksi dalam tiga sampai enam bulan ke depan.