Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian mengkaji opsi membebaskan bea masuk bahan baku serta produk alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD) dan masker medis.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh pihaknya sedang mempelajari kemungkinan pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan produk jadi APD dan masker medis.
“Kalau bahan bakunya, kami coba untuk pembebasan bea masuk dan larangan terbatas. Kemudian terkait bahan baku itu kalau [butuh] sertifikasi [bisa ditanyakan] Kemenkes, tapi kalau bukan surgical itu tidak usah [sertifikasi],” katanya, kepada Bisnis, Selasa (24/3/2020).
Hal ini dilakukan seiring dengan tingginya kebutuhan APD dan masker medis sebagai antisipasi penyebaran virus corona.
Selain itu, Kemenperin pun memastikan telah melarang kegiatan ekspor APD selama 17 Maret – 30 Juni 2020. Pemerintah juga berkomitmen untuk mengonpensasi pembayaran penalti dari pelarangan ekspor tersebut.
Elis menilai kebijakan tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan APD medis dan masker nasional.
"Kita [saat ini] sangat kekurangan [APD medis dan masker]. Bisa dibayangkan petugas kesehatan yang [sebelumnya] pakai APD medis, sekarang pakai jas hujan plastik. Makanya saya genjot asosiasi tekstil dan pabrikan di kawasan berikat untuk bersama-sama bikin APD untuk supply [kebutuhan] dalam negeri," katanya.
Elis menambahkan arahan tersebut telah disampaikan oleh sebagian pabrikan tekstil seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk., dan PT Pan Brothers Tbk., dan Duniatex Group.
Kemenperin menilai banyak pabrikan lokal memiliki kemampuan untuk membuat APD cover-all. Saat ini, produsen APD medis di dalam negeri hanya berjumlah 26 unit pabrik.
Menurutnya, perizinan dari Kementerian Kesehatan dibutuhkan jika pabrikan ingin memproduksi APD untuk kebutuhan kamar bedah, sedangkan APD cover-all tidak.
Walau belum berstandar medis, Elis tetap mengarahkan agar industri tekstil dan prpduk tekstil (TPT) nasional untuk membuat APD dan masker untuk membantu tenaga medis di dalam negeri.
Di samping itu, lanjutnya, Kemenperin saatini sedang mendiskusikan kemungkinan pembelian mesin produksi APD dan masker berstandar medis dari luar negeri.
"Namun, rencana itu terkendala waktu. Mulai dari pemesanan sampai produksi memakan waktu 1-1,5 bulan. DI sisi lain, [kebutuhan APD dan masker medis] mendesak," ucapnya.
Terpisah, Wakil Ketua Bidan Perdagangan Internasional API Anne Patricia Sutanto menyatakan APD yang dapat diproduksi baru sebatas anti-air dan anti-angin. Selain itu, asosiasi menyampaikan sebagian pabrikan kini sedang memproduksi masker bukan berstandar medis, namun memiliki karakter anti-bakteri.
"Untuk non-medical grade sebenarnya bisa langsung [diproduksi]. Untuk medical grade kami koordinasi dengan BNPB maupun Kementerian Kesehatan. Kami [meminta] agar dipercepat sertifikasinya," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Perdagangan Dalam Negeri API Chandra Setiawan berujar produk tekstil APD yang diproduksi pabrikan hilir mmerupakan bentuk antisipasi sementara. Pasalnya, efektivitas produk yang diproduksi tidak setinggi APD berstandar medis.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) V. Ravi Shankar menyampaikan industri hulu TPT telah memiliki kapasitas untuk memproduksi serat anti bakteri dan serat anti mikroba.
Oleh karena itu, Ravi mendorong agar pabrikan kain menyerap serat tersebut untuk diproduksi menjadi berbagai jenis kain.
"Bisa [juga] jadi coating [pada APD] water repellant. Jadi, [APD yang non-medical grade] bisa ke medical grade. [Saat ini] lagi kami kerjakan untuk dapat approval tesnya," katanya.