Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memastikan pihaknya tidak akan mengeluarkan regulasi yang semena-mena tentang industri udang, tetapi berdasarkan basis kajian ilmiah dan lebih mengutamakan kepentingan bersama.
"Kami tidak akan bikin peraturan semena-mena," kata Menteri Edhy, seperti dikutip Antara, Rabu (18/3/2020).
Menurutnya, hal ini perlu ditegaskan mengingat banyak keluhan yang disampaikan oleh pelaku usaha komoditas udang.
Kendati akan mengevaluasi regulasi, Menteri Edhy mengingatkan agar para pelaku usaha juga memiliki komitmen dalam hal kelestarian, terutama udang.
"Kalau Indonesia, semangat memilikinya ada. Ini semata-mata menjaga laut kita untuk lestari," ucapnya.
Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI) mengeluhkan adanya moratorium perizinan kapal yang membuat penangkapan udang tak bisa dilakukan dengan maksimal terutama di wilayah pengelolaan perikanan yang terbentang dari Laut Aru-Arafura dan Laut Timor bagian timur.
Baca Juga
Padahal, berdasarkan kajian HPPI, potensi udang di wilayah tersebut mencapai 50.250 ton dengan nilai Rp10 triliun per tahun.
Ketua HPPI, Endang S Roesbandi memaparkan penangkapan udang tak bisa maksimal antara lain karena larangan penggunaan pukat udang serta kapal yang digunakan saat menangkap harus di bawah 100 gross tonnage (GT).
Para pengusaha pun beralih dari dari penangkapan ke pengolahan udang dengan bahan baku dari tangkapan nelayan.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menjelaskan alasan pemerintah menggenjot produksi udang karena potensi lahan yang tersedia sangat besar.
"Dari 2,96 juta hektare, yang termanfaatkan baru 0,6 juta hektare, ditambah lagi, kita sudah menguasai teknologi budidaya udang ini," kata Slamet.
Sebelumnya, KKP menyebutkan target ekspor udang nasional naik 250 persen dalam kurun waktu kurun 2020 - 2024.
Jika volume ekspor udang olahan pada 2018 145,226 ton, maka di 2024 menjadi 363,067 ton. Adapun, produksi udang untuk bahan baku ekspor dari 197,433 ton pada 2018, menjadi 578,579 ton pada 2024.