Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus PPh 21 Ditanggung Pemerintah Tidak 'Ngefek' untuk Daya Beli

Stimulus PPh Pasal 21 DTP selama 6 bulan mulai April hingga September 2020 dinilai hanya membantu masyarakat yang memiliki gaji tinggi.
Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran saat pembagian di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Yusuf Nugroho
Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran saat pembagian di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Stimulus fiskal Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) selama 6 bulan untuk menangkal dampak ekonomi dari Covid-19 dinilai tidak memiliki pengaruh terhadap daya beli.

Praktisi Perpajakan Ronsianus B. Daur mengatakan stimulus PPh Pasal 21 DTP selama 6 bulan mulai April hingga September 2020 untuk karyawan di sektor manufaktur agak susah diterjemahkan, apalagi di tengah kenaikan harga sembako akibat panic buying. Menurut Rosianus, kebijakan ini hanya membantu masyarakat yang memiliki gaji tinggi.

Contohnya, apabila seorang karyawan mendapatkan gaji sebesar Rp20 juta per bulan dan diasumsikan tidak memiliki tanggungan istri dan anak, maka PPh Pasal 21 DTP yang dinikmati bisa mencapai Rp1,66 juta.

"Untuk karyawan dengan gaji Rp20 juta per bulan mungkin stimulus tersebut agak berpengaruh signifikan, minimal bisa menutupi sedikit lonjakan harga sembako," katanya, Selasa (17/3/2020).
Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan karyawan yang memiliki gaji sebesar Rp10 juta per bulan dan sudah memiliki tanggungan istri dan anak. Dengan gaji sebesar Rp10 juta per bulan, maka PPh Pasal 21 DTP yang dinikmati oleh karyawan ini hanya sebesar Rp193.750 per bulan.
Untuk kelompok karyawan ini, stimulus PPh 21 DTP tidak memiliki dampak yang signifikan karena terhadap daya beli karena harga kebutuhan pokok juga ikut naik melebihi nominal pajak yang ditanggung oleh pemerintah.
Rosianus menyimpulkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP khusus sektor manufaktur tidak perlu diberikan. "Korelasi terhadap daya beli masyarakat akibat dari relaksasi tersebut tidak signifikan, di sisi lain hanya menggerus penerimaan negara dari pajak sebesar 0,46%," ujar Ronsianus.
Agar tidak mengganggu postur anggaran 2020, pemerintah sebaiknya memangkas belanja yang tidak perlu seperti perjalanan dinas. Belanja jenis ini perlu dialihkan ke belanja yang langsung menyentuh kebutuhan pokok masyarakat akibat Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper