Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Properti Lesu, Perbankan Diminta Tetap Beri Dukungan

Pengembang berharap perbankan tak menurunkan porsi kredit untuk sektor properti karena dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi pasar properti yang masih lesu.
Foto aerial kompleks perumahan bersubsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/1/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan anggaran perumahan bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp11 triliun untuk 102.500 unit rumah pada 2020. Antara/Nova Wahyudi
Foto aerial kompleks perumahan bersubsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/1/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan anggaran perumahan bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp11 triliun untuk 102.500 unit rumah pada 2020. Antara/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Pengembang berharap agar perbankan tak menurunkan porsi kredit untuk sektor properti karena dikhawatirkan hanya akan memperparah kondisi pasar properti yang saat ini masih belum pulih.

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali. Dia mengatakan bahwa ada beberapa masalah yang menjadi pemicu kenaikan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dari sektor properti. Terlebih di pasar menengah, karena menjadi pasar yang paling lancar. 

"Sebetulnya pasar MBR [masyarakat berpenghasilan rendah] tidak banyak mengalami kontraksi, karena pasar ini merupakan pasar dengan kebutuhan riil dan nyata," ujar Daniel kepada Bisnis, Senin (16/3/2020).

Lebih lanjut, dia menyatakan potensi pasar di segmen MBR yang masih menarik membuat banyak pengembang terjun untuk mengembangkan properti yang menyasar segmen tersebut. Namun, karena dinilai masih belum terlalu berpengalaman sehingga menimbulkan banyak masalah hingga NPL di perbankan.

Akibatnya, pasar perumahan atas turun ke pasar menengah, dan pasar menengah turun ke bawah. Hal ini berimbas pada bertumpuknya portofolio rumah menengah yang masuk di pasar. 

Selain itu, Daniel mengungkapkan kuota rumah bersubsidi yang terbatas juga menjadi salah satu penyebab NPL, karena banyak pengembang yang akhirnya kesulitan menjual walaupun sudah selesai membangun tetapi belum bisa akad KPR. 

"Ini akhirnya juga mempengaruhi cashflow dan menimbulkan NPL dari pengembang yang baru terjun," ujarnya.

Selain itu, masih banyak pula masalah lainnya di sektor properti kelas menengah bawah, seperti ketentuan dalam proses bisnis bagi persetujuan akad KPR, terutama rumah subsidi dalam aturan dari kementerian maupun bank pelaksana.

"Jangan sampai kredit perbankan menyusut, karena akan membawa masalah baru. Orang yang mau beli rumah akhirnya enggan dan terhambat. Nantinya bertentangan dengan program pemerintah juga untuk menyediakan sejuta rumah," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper