Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lartas Ekspor Dikurangi, Begini Respons Pengusaha

Selama ini pemerintah Indonesia dinilai kerap meminta dokumen-dokumen ekspor yang sejatinya tak diminta oleh negara tujuan, sehingga kebijakan larangan dan pembatasan ekspor justru membebani eksportir.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani, memberikan paparan pada Indonesia-Korea Business Dialogue di Tangerang, Senin (6/8/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani, memberikan paparan pada Indonesia-Korea Business Dialogue di Tangerang, Senin (6/8/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Para pengusaha menyambut baik langkah pemerintah yang mengurangi atau menyederhanakan larangan dan pembatasan ekspor terhadap sejumlah produk sebagai bagian dari stimulus penanggulangan wabah virus corona.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta W. Kamdani mengemukakan, kebijakan pemerintah sudah tepat. Pasalnya selama ini pemerintah Indonesia justru kerap meminta dokumen-dokumen ekspor yang sejatinya tak diminta oleh negara tujuan.

"Meskipun tujuannya baik, yakni untuk meminimalisasi potensi penolakan di negara tujuan, aturan lartas yang mengarah agar produk memenuhi standar nasional terlebih dahulu ini tidak logis dan efisien," kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (13/3/2020).

Pemberlakuan lartas disebutnya tak efisien karena terdapat perbedaan standar nasional dan negara tujuan. Indonesia pun disebut Shinta tak memiliki banyak mutual recognition arrangement (MRA) yang memungkinkan dokumen ekspor Indonesia diakui di negara tujuan.

"Jadi terdapat dua standar yang harus dipenuhi. Hal ini menyebabkan biaya compliance eksportir naik menjadi dua kali lipat," ujarnya.

Shinta mengemukakan bahwa pasar negara tujuan umumnya hanya mempertimbangkan apakah produk yang masuk memenuhi standar negara tersebut.

"Dokumen-dokumen yang diminta pemerintah Indonesia untuk lartas nasional tidak relevan bagi negara tujuan kecuali bila dokumen tersebut dipersyaratkan sebagai bagian dokumen impor," tambahnya.

Hal-hal seperti inilah yang disebut Shinta sebaiknya dipangkas demi memperlancar ekspor mengingat upaya pemenuhan standar negara tujuan bukanlah perkara mudah, terutama bagi eksporti baru atau dalam skala usaha mikro dan kecil menengah (UMKM).

Seperti diketahui, pemerintah bakal menerapkan penyederhanaan atau pengurangan larangan dan pembatasan ekspor terhadap sejumlah produk sebagai bagian dari stimulus penanggulangan dampak negatif wabah corona . Kebijakan itu diumumkan pemerintah pada Jumat (13/11/2020).

Dalam stimulus ini, simplifikasi proses ekspor bakal diberlakukan dengan pengurangan jumlah perizinan sehingga kelancaran ekspor dapat terjaga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan merelaksasi 749 kode harmonized system (HS) dari daftar lartas ekspor, setara 55,19 persen dari total 1.357 kode HS ekspor yang selama ini terkena lartas.

Sri Mulyani mengatakan aturan ini akan berdampak pada pengurangan lartas 443 HS produk perikanan dan 306 HS produk industri kehutanan.

Dalam hal ini, para eksportir untuk sementara tak diwajibkan menyertakan dokumen health certificate (sertifikat kesehatan) dan dokumen standar verifikasi legalitas kayu (SVLK), kecuali diwajibkan oleh negara tujuan ekspor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper