Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menerbitkan sejumlah stimulus nonfiskal yang ditujukan untuk menyelamatkan industri manufaktur dan perdagangan nasional dari dampak negatif wabah virus corona.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers tentang Stimulus Ekonomi Kedua Penanganan Dampak COVID-19, Jumat (13/3/20200 mengatakan, stimulus nonfiskal tersebut dikeluarkan untuk melengkapi stimulus fiskal yang telahditerbitkan pemerintah guna menangkal dampak wabah corona terhadap perekonomian nasional.
“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam. Untuk itu, Pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Juamt (13/3/2020).
Adapun kebijakan tersebut akan mulai dilakukan pada 1 April 2020. Paket kebijakan non-fiskal yang bertujuan untuk lebih memberikan dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor meliputi:
Pertama, penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan (lartas) untuk aktivitas ekspor dan meingkatkan daya saing produk RI.
Dalam hal ini dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dukumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan lartas ekspor sebanyak 749 kode harmonized system (HS) yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk produk industri kehutanan.
Baca Juga
Kedua, penyederhanaan dan pengurangan jumlah lartas untuk aktivitas impor khususnya bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen.
Pada tahap awal kebijakan ini akan diterapkan pada produk besi baja, baja paduan, dan produk turunannya. Selanjutnya, kebijakan serupa akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur.
Sementara itu terkait dengan duplikasi peraturan impor, pemerintah juga akan melakukan penyederhanaan terutama pada komoditi: hortikultura, hewan dan produk hewan, serta obat, bahan obat dan makanan.
Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk perusahaan dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.
Dalam hal ini perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor berupa penerapan auto response dan auto approval untuk proses lartas.
Selain itu pemerintah juga memberlakukan penghapusan laporan surveyor (LS) terhadap komoditas yang diwajibkan. Berdasarkan data pemerintah hingga saat ini sudah ada 735 perusahaan dengan reputasi baik yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan.
Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan national logistics ecosystem (NLE).
NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antarinstansi pemerintah dan swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus informasi dan dokumen dalam kegiatan ekspor dan impor di pelabuhan dan kegiatan perdagangan/distribusi barang dalam negeri melalui sharing data, simplikasi proses bisnis, dan penghapusan repetisi, serta duplikasi.
Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lainnya.
Diharapkan dengan kehadiran NLE tersebut, dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah (G2G2B) dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi (B2B).