Bisnis.com, JAKARTA - Hingga Rabu (11/3/2020), Indonesia telah mencatat tambahan 7 pasien virus corona atau Covid-19. Dengan demikian, total pasien di Tanah Air telah mencapai 34 pasien positif.
Pertumbuhan jumlah kasus ditambah dengan laporan satu pasien nomor 25 yang meninggal di Bali, semakin memicu tekanan di dalam negeri. Tidak hanya masyarakat yang mulai resah, pasar bursa pun ikut terdampak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami penurunan hingga 21,3 persen (year to date/ytd) sejak awal tahun.
Tak ayal, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menghitung total kerugian akibat arus modal asing yang kabur sebesar Rp40,16 triliun dari pasar modal dan SBN. Perry merinci netto outflow dari obligasi pemerintah sebesar Rp31,76 triliun, sedangkan dari saham sebesar Rp4,87 triliun terutama terjadi pada Februari dan Maret 2020 setelah virus corona menyebar ke luar China.
"Pada Januari 2020 masih terjadi net inflow, begitu 25 Januari 2020, virus corona merebak sehingga terjadi outflow," katanya, Rabu (11/3/2020).
Dengan kaburnya dana asing tersebut, BI harus turun tangan. Meskipun BI tidak dapat melakukan intervensi di pasar bursa, bank sentral aktif menyerap SBN di pasar sekunder yang ditinggal sang pemiliknya kabur. Dari data BI, SBN yang diserap sejak Januari 2020 sebesar Rp110 triliun.
Perry menuturkan aset yang dijual tersebut masih mengendap di rekening bank di Indonesia karena investor masih wait and see dan menunggu momentum yang tepat untuk kembali membeli SBN dan saham.
Baca Juga
Selain itu, BI juga mengintensifkan penjualan valuta asing melalui transaksi domestic non-delivery forward dan intervensi di pasar spot. Upaya yang dijalankan BI tersebut tampaknya tidak 'dibeli' pasar. Baru dibuka, Kamis (12/3/2020), IHSG menurun 4,08 persen.
Pada pukul 09:08 WIB, IHSG terkoreksi 4,08 persen atau 210,36 poin menjadi 4.934,74. Ini menjadi level terendah sejak 28 Juni 2016 di posisi 4.882,17. Seluruh sektor tampak mengalami pelemahan, terutama seperti industri dasar -7,1 persen, agrikultur -4,39 persen, finansial 4,34 persen, pertambangan 3,99 persen.
Ketika pasar SBN dan bursa saham ditinggal investor, kurs rupiah terhadap dolar pun ikut bergejolak. Dari data Bloomberg, pergerakan rupiah year to date telah mengalami penurunan hingga minus 4,34 persen.
Adapun, penurunan paling tajam tercatat pada minggu lalu, Selasa (4/3/2020) atau sehari setelah Indonesia menemukan dua pasien positif virus corona. Penurunan rupiah saat itu mencapai 1,58 persen menjadi Rp14.113 per dolar AS. Hari ini, Kamis (12/3/2020), rupiah kembali melemah pada perdagangan hingga sesi siang.
Rupiah diperdagangan di kisaran Rp14.483 per dolar atau melemah 109 poin dari level penutupan Rp14.374 per dolar AS.
Lantas, bagaimana dengan ketahanan fiskal?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya buka suara. Dia memperkirakan defisit anggaran pada APBN 2020 diproyeksikan bakal melebar hingga 2,5 persen dari PDB akibat wabah virus Corona atau Covid-19 yang menekan penerimaan negara.
"Sekarang ini kita sudah lihat kemungkinan defisit naik itu pasti. Tekanan penerimaan dari harga minyak dan kondisi ekonomi serta fasilitas yang kita keluarkan, dari sisi belanja juga ada akselerasi," kata Sri Mulyani, Selasa (10/3/2020).
Namun, kondisi ini justru meningkatkan kewaspadaan. Dengan defisit yang melebar, pemerintah memerlukan dana untuk menambal gap tersebut.
Ruang kosong yang timbul akibat dinamika tersebut bagaimanapun harus dipenuhi melalui pembiayaan anggaran. Pasar Surat Berharga Negara (SBN) tidak selalu stabil ketika virus corona dan perang harga minyak melanda.
Oleh karenanya, strategi pembiayaan yang tepat sasaran perlu disusun dan kebijakan-kebijakan perlu dikeluarkan agar penerbitan SBN tidak membebani anggaran di tahun-tahun ke depan. Sri Mulyani mengaku Kemenkeu dan BI telah bahu membahu untuk mengatasi hal ini.
"Bond stabilization framework itu sudah kita bikin. BI juga melakukan yang sama, BI beli SBN pasar sekunder kalau ada dorongan eksesif yang tidak mencerminkan fundamental," ujar Sri Mulyani.
Penerbitannya SBN juga dijaga agar bisa diterbitkan saat kondisi pasar sedang rasional. "Ini masalah timing dan size [penerbitan SBN]," ujar Sri Mulyani.
Melihat besarnya dampak dan status penyebaran wabah virus corona yang resmi menjadi pandemi global, ujung dari krisis ini kian buram.
Pemerintah akan mengumumkan paket kebijakan jilid II minggu ini. Paket kebijakan untuk mengatasi virus corona harus melewati persetujuan presiden. Paket ini terdiri dari stimulus fiskal dan stimulus nonfiskal.
Untuk stimulus fiskal, pemerintah akan merelaksasi sejumlah pajak di sektor manufaktur selama 6 bulan ke depan dan mempercepat proses restitusi pajak sebagai stimulus fiskal kedua untuk menangkal dampak penyebaran virus corona (Covid-19).
Adapun, stimulus nonfiskal akan menghilangkan larangan terbatas bagi 749 HS code barang impor yang dipakai sebagai bahan baku.
Stimulus fiskal kedua tersebut berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah untuk karyawan sektor industri, PPh Pasal 22 barang impor, dan PPh Pasal 25 atau PPh Badan untuk industri manufaktur yang ditangguhkan selama 6 bulan.
“Tujuannya, seluruh industri mendapatkan ruang dalam situasi yang sangat ketat sekarang ini agar mereka bebannya betul-betul diminimalkan dari pemerintah,” katanya, Rabu (11/3/2020).
Pemerintah, lanjutnya, tengah mengusahakan agar rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo mengenai stimulus ini dapat dilaksanakan pada pekan ini.
Terkait besaran stimulus tersebut, Sri Mulyani mengaku masih perlu menghitungnya kembali karena ada sedikit perubahan. Hasil kalkulasi dari insentif ini akan diumumkan setelah ratas dengan Kepala Negara. Sementara itu, dengan penghilangan larangan terbatas barang impor yang dipakai sebagai bahan baku, proses impor diharapkan menjadi lebih mudah.
Rencananya, akan ada beberapa peraturan yang akan disimplifikasi atau duplikasi seperti beberapa peraturan di Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Sedang difinalkan untuk peraturan-peraturan yang harus disiapkan,” imbuhnya.
Adapun, stimulus yang diberikan oleh pemerintah kali ini dinilai lebih baik dibandingkan dengan stimulus pertama yang lebih banyak berfokus pada pariwisata.
Kendati demikian, ramuan stimulus ini masih perlu dibuktikan keampuhannya. Pasalnya, sejak kasus virus corona menyebar ke luar China, sektor riil di Tanah Air mulai terdampak.
Melihat gejala tersebut, BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 persen - 5,4 persen tahun ini dari proyeksi sebelumnya 5,1 persen - 5,5 persen.
Sektor Pariwisata
Tak hanya memukul pasar saham, mewabahnya virus corona juga ikut berdampak ke sejumlah sektor riil. Di sektor pariwisata, misalnya, penyebaran virus corona yang kian masif membuat aktivitas kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara turun signifikan.
Banyak masyarakat yang enggan bepergian di tengah situasi saat ini, kendati harga tiket pesawat—salah satu moda transportasi andalan untuk berwisata—telah diturunkan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi ada potensi kehilangan devisa dari sektor pariwisata senilai US$530 juta. Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana bahkan menghitung penyebaran virus corona akan membuat RI kehilangan devisa sebesar US$730 juta sepanjang 2020.
Sementara itu, BI memperkirakan penerimaan devisa dari pariwisata akan menurun hingga US$1,3 miliar. Dari penilaian BI, kunjungan turis dapat turun dalam enam bulan ke depan
Sektor MICE
Sektor lain yang juga kena getah adalah industri meeting, incentive, conference & exhibition (MICE).
Sejumlah konser musik dan pertemuan skala internasional di Tanah Air juga telah dibatalkan. Konser musik yang dibatalkan antara lain 98 Degrees. Grup vokal asal Amerika Serikat, 98 Degrees batal tampil di Love Fest 2020 lantaran penyebaran virus corona yang makin tak terkendali.
Tur Khalid, penyanyi dan penulis lagu asal Amerika Serikat, juga ditunda. Konser yang rencananya akan digelar di Istora Senayan, Jakarta pada 28 Maret 2020 itu merupakan bagian dari rangkaian tur Asia Khalid yang bertajuk ‘Free Spirit Asia Tour 2020’.
Festival musik hip hop, RnB, dan soul FLAVS 2020 juga ditunda.Festival yang awalnya digelar di Istora Senayan pada 4-5 April 2020 itu diundur penyelenggaraannya sampai Agustus mendatang.
Perhelatan ajang balap mobil ramah lingkungan Formula E di kawasan Monas pada 6 Juni 2020 juga resmi ditunda akibat perkembangan kasus virus corona yang saat ini terjadi khususnya di kawasan Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan secara resmi telah bersurat kepada Organizing Committee Jakarta E- Prix mengenai penundaan penyelengaraan Formula E di Monas itu.
Masih banyak lagi konser musik ataupun ajang olahraga hingga pertemuan yang ditunda untuk mengantisipasi penyebaran virus corona yang kian masif.
Sektor Perhotelan & Restoran
Kalangan pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran juga ikut kena imbas gara-gara virus corona.
Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) mencatat efek penyebaran virus corona telah menekan tingkat okupansi di hotel-hotel di Tanah Air, utamanya di Jakarta.
Menurut PHRI, tingkat okupansi perhotelan kini merosot menjadi hanya 20 persen dari kondisi normal sebelum wabah corona menyebar. Pada kondisi normal, okupansi perhotelan bisa mencapai 70 persen.
“Sekarang ini tinggal 20 persen. Banyak yang cancel acaranya karena khawatir,” ujar Ketua Umum PHRI Hariyadi B. Sukamdani. Restoran pun demikian. Kekhawatiran yang menyebar di masyarakat membuat mereka membatasi aktivitas di restoran.
Sektor Manufaktur
Salah satu sektor yang juga kena dampak adalah manufaktur, utamanya yang selama ini mengandalkan bahan baku impor. Industri pertekstilan, misalnya, mengalami kekurangan bahan baku akibat aktivitas di China yang belum sepenuhnya normal.
Pasokan bahan baku dan suku cadang mesin industri garmen dari China diakui oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sudah terhenti sejak Januari lalu.
Sejauh ini, mereka mengambil langkah untuk mengimpor dari negara lain. Namun, hal ini tidak mudah direalisasikan karena harga bahan baku dari negara lain jauh lebih mahal.
Dampak virus corona juga dirasakan oleh pelaku industri elektronika. Industri ini sempat mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif untuk menjamin ketersediaan bahan baku komponen dari China agar proses produksi dan ekspor tetap lancar.
Menurut Gabungan Elektronika (Gabel), ketersediaan bahan baku ini dipengaruhi oleh aktivitas produksi, jalur logistik atau kegiatan bongkar muat di pabrik hingga pelabuhan di China yang menurun karena wabah virus corona, maka dampaknya akan langsung dirasakan pelaku industri nasional.
Lambat laun pelaku industri akan kehabisan stok material untuk memproduksi lokal komponen, sehingga tidak bisa membuat produk jadi.
Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) membenarkan kondisi ini. Akibatnya, persaingan dalam memperebutkan bahan baku dengan negara lain merupakan suatu hal yang tak terhindari.
Terlebih setelah kegiatan produksi di China sempat terhenti ketika pemerintah setempat memberlakukan pembatasan mobilitas pada warganya. Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu produsen bahan baku dan penolong terbesar dunia. Ginsi mencatat kebutuhan bahan baku dan bahan penolong pada industri mencapai 70 persen. Dari jumlah tersebut, sekitar 27 persen dipasok dari China.
Sektor Penerbangan
Nilai potensi kerugian dari sejumlah penerbangan yang terdampak dari meluasnya wabah virus corona mencapai Rp207 miliar, baik internasional maupun domestik senilai dengan kisaran rata-rata sekitar sekitar Rp100 miliar per bulan.
Berdasarkan data PT Angkasa Pura (AP) I pada Januari-Februari 2020, total ada sekitar 12.703 penerbangan yang harus dibatalkan dari 15 bandara. Rinciannya, sebanyak 11.680 penerbangan domestik dan sisanya 1.023 penerbangan international.
Angka tersebut belum termasuk dengan proyeksi penundaan ibadah umrah yang akan menambah beban kerugian bagi perseroan. Jemaah umrah yang terbang melalui bandara AP I kelola sekitar 90 penerbangan per bulan.
Sementara, PT Angkasa Pura (AP) II mencatat sepanjang Januari 2020 pergerakan penumpang di 19 bandara kelolaan perusahaan tercatat sebanyak 8,01 juta penumpang atau relatif stabil dibandingkan dengan Januari 2019 sebanyak 8,06 juta penumpang.
Bahkan, pada Februari 2020 jumlah penumpang naik 0,09 persen dibandingkan dengan Februari 2019 atau dari 7,012 juta penumpang menjadi 7,018 juta penumpang. Khusus Maret 2020, diperkirakan turun tipis 0,93 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
Namun, pergerakan pesawat di Bandara Soekarno - Hatta khusus rute internasional pada Januari 2020 tercatat sebanyak 8.571 pergerakan atau naik sekitar 3,6 persen jika dibandingkan dengan Januari 2019 yaitu 8.272 pergerakan.
Sepanjang Februari 2020 jumlah pergerakan pesawat rute internasional sebanyak 6.768 pergerakan atau turun 6,75 persen jika dibandingkan dengan Februari 2019 yang mencapai 7.258 pergerakan.
Penurunan pergerakan pesawat di rute internasional pada Februari sebagai dampak dari upaya global dalam mencegah penyebaran virus corona. Adapun, Bandara Soekarno - Hatta merupakan bandara yang mengalami dampak terparah dari wabah virus corona dibandingkan dengan bandara lain yang dikelola perseroan.