Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Virus Corona, Inflasi China Melambat pada Februari

Inflasi China melambat di tengah wabah penyakit virus corona (Covid-19) dan kenaikan harga pangan.
Karyawan pabrik masker di Changyuan, Provinsi Henan, memeriksa hasil pekerjaannya di tengah tingginya permintaan masker di China selama berjangkitnya wabah COVID-19./Antara
Karyawan pabrik masker di Changyuan, Provinsi Henan, memeriksa hasil pekerjaannya di tengah tingginya permintaan masker di China selama berjangkitnya wabah COVID-19./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi China melambat di tengah wabah penyakit virus corona (Covid-19) dan kenaikan harga pangan.

Dilansir Bloomberg, indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) naik 1 persen pada Februari dari periode yang sama tahun sebelumnya atau laju paling lambat sejak Juni 2010.

Sementara itu, indeks harga produsen (producer price index/PPI) mencatat penurunan 0,4 persen pada Februari setelah naik 0,1 persen pada Januari.

Kendati demikian, harga pangan terus melambung karena kenaikan harga daging babi, sehingga membuat indeks harga konsumen secara keseluruhan mencapai 5,2 persen, papar Biro Statistik Nasional (NBS) China dalam laporannya pada Selasa (10/3/2020).

Permintaan dan inflasi secara keseluruhan melambat karena dampak virus corona dan ekonomi yang telah lesu. Namun, masih ada tantangan dari harga pangan yang lebih tinggi akibat efek dari wabah demam babi Afrika yang menekan pasokan daging babi.

“Dalam jangka pendek, ini berarti People's Bank of China kemungkinan tidak melakukan pelonggaran sebanyak The Fed dan bank sentral lainnya,” ujar Larry Hu, kepala ekonom China di Macquarie Group Ltd., Hong Kong.

“Inflasi CPI akan berkurang dalam beberapa bulan mendatang karena perlambatan ekonomi dan jatuhnya harga minyak, sehingga deflasi PPI akan menjadi perhatian utama tahun ini. Karena itu, kami berharap akan muncul lebih banyak stimulus tahun ini,” tambahnya.

Makanan juga merupakan kontributor terbesar terhadap inflasi konsumen. Sebagian besar dari pangan berasal dari kenaikan biaya daging babi, yang mengalami kenaikan tertinggi sejak 2007.

Harga pangan naik tajam 21,9 persen, terbesar sejak April 2008, sementara harga daging babi melonjak 135,2 persen.

Produksi daging babi di China turun lebih dari 21 persen pada tahun 2019 setelah wabah demam babi Afrika memusnahkan ternak. Hal ini mendorong harga daging dan bahan makanan lain. Tekanan harga ini kemungkinan akan berlanjut hingga 2020.

Pada awal bulan ini, pemerintah Negeri Tirai Bambu mengatakan bahwa mereka masih menargetkan untuk mengembalikan 80 persen produksi daging babi normal pada akhir tahun.

“Perlambatan CPI inti ke level terendah 10 tahun menunjukkan bahwa permintaan lebih terdampak ketimbang pasokan,” ujar Xing Zhaopeng, ekonom di Australia and New Zealand Banking Group Ltd.

“Dengan penyebaran Covid-19 secara global, permintaan eksternal diperkirakan jatuh juga, dan penurunan harga minyak baru-baru ini tidak hanya memperkuat ketidakpastian ekonomi tetapi juga ekspektasi deflasi,” sambungnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper