Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lampu Hijau Impor Garam, Persentase Aneka Pangan Paling Kecil

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri aneka pangan mengajukan rujukan alokasi sekitar 595.000 ton.
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengeluarkan perizinan impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong industri.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri aneka pangan mengajukan rujukan alokasi sekitar 595.000 ton.

Dari alokasi tersebut, Kemenperin merekomendasikan impor garam sebesar 530.000 ton, tetapi persetujuan impor yang diterbitkan Kementerian Perdagangan hanya 219.000 ton atau hanya 58,67 persen dari rekomendasi.

"Dasarnya kami tidak tahu kenapa [perizinan impor yang diterbitkan rendah]. Rata-rata industri itu hanya dikasih 50 persennya untuk aneka pangan. Kalau untuk CAP [chlor alkali plant] dipotong juga 10 persen," kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).

Pihaknya menduga, rendahnya volume perizinan impor yang diterbitkan agar pabrikan meningkatkan serapan garam lokal. Namun demikian, lanjutnya, Kemenperin telah memfasilitasi serapan garam lokal ke pabrikan sebesar  1,1 juta ton pada Agustus 2019 – Juli 2020.

Fridy mendata hingga Januari 2020, realisasi serapan garam lokal ke pabrikan telah mencapai 65 persen atau sekitar 715.000 ton. Dengan kata lain, pabrikan harus menyerap setidaknya sekitar 119.167 per bulan agar mencapai target.

Hal macam ini sebenarnya juga terjadi pada semester II/2019. Saat itu, Kemenperin mensiasati kekurangan garam dengan memindahkan alokasi garam untuk industri kertas ke industri aneka pangan sekitar 170.000 ton.

Sayangnya, skema yang sama kemungkinan tidak dapat dilakukan kembali pada tahun ini. Pasalnya, volume dalam perizinan impor bagi industri CAP yang diterbitkan lebih rendah 13,23 persen  dari alokasi impor yang ditetapkan awal tahun.

"Dikasih segitu sudah mepet [dengan kebutuhan produksi]. Saya juga tidak mengerti kenapa [volume perizinan impor]  dikasih segini saja," tegasnya.

PASOKAN MENIPIS

Di sisi lain, pelaku industri sudah mengingatkan pemerintah untuk mempercepat penerbitan perizinan impor sejak awal 2020. Pasalnya, secara historikal pabrikan makanan dan minuman akan menggenjot kapasitas produksi sebesar 30 persen selama 3-4 bulan sebelum bulan Ramadhan.

Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPGI) Toni Tanduk mendata ketersediaan garam industri hanya dapat menopang proses produksi hingga 2 minggu ke depan. Sementara itu, garam impor baru akan tiba di dalam negeri secepatnya pada 4 minggu ke depan.

"Saat ini sudah tiga pabrik tutup, tidak jalan [produksinya] karena tidak bisa pasok [industri aneka pangan]. Kalau kelangkaan garam itu tidak segera dipenuhi, orang akan impor aneka pangan bukan impor garam," ujarnya.

Merujuk data Asosiasi Pengusaha Garam Rakyat (APGRI) mencatat produksi garam lokal per tahunnya berada di sekitar 2,7 juta ton. Selain itu, asosiasi meramalkan tahun ini surplus garam akan mencapai 3,5 juta ton yang didominasi oleh garam lokal.

Namun demikian, Toni menyatakan pabrikan tidak bisa menyerap garam lokal lantaran spesifikasi garam yang berbeda. Toni menyatakan bahkan sebagian pabrikan aneka pangan kakap enggan menyerap garam yang telah dicuci oleh PT Garam (Persero).

Seperti diketahui, industri aneka pangan membutuhkan garam yang bersih, memiliki kadar NaCl di level 95 persen, dan kalium di level 600 per part million (ppm). Sementara itu, Kemenperin meneliti garam lokal masih mengandung pasir dan melebihi kadar kalium.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper