Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengakui bahwa pengawasan atas Wajib Pajak (WP) UMKM yang menikmati fasilitas PPh Final 0,5% dari omzet masih lemah.
Lemahnya pengawasan tersebut menjadi alasan pihak DJP untuk memasukkan klausul khusus terkait pengawasan atas WP yang menikmati fasilitas tersebut dalam Surat Edaran (SE) No. 7/PJ/2020.
Dalam SE, diterangkan bahwa kegiatan pengawasan oleh KPP Pratama atas WP yang telah memiliki NPWP wajib memperhatikan jangka waktu tertentu pengenaan PPh Final 0,5% dan jumlah peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Hal ini dilakukan dalam rangka memastikan apakah WP masih memenuhi syarat yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 23/2018 atau tidak.
"Dengan self assessment kami berharap pada kesukarelaan mereka. Mereka lapor, mereka sendiri yang tau omzet. Jadi ya silahkan saja kami biarkan saja dulu," ujar sumber Bisnis.
Namun, setelah berjalan satu setengah tahun tarif PPh Final UMKM diturunkan dari 1% omzet menjadi 0,5% omzet, penerimaan pajak dari WP UMKM yang menggunakan skema PPh Final UMKM bukannya meningkat tetapi malah menurun.
Hal ini mengindikasikan adanya kecurangan dari WP UMKM yang secara sengaja melaporkan omzetnya di bawah ambang batas omzet Rp4,8 miliar per tahun.
"Dulu kami tidak punya data, dengan bekal data sekarang account representative [AR] kami suruh turun ke lapangan."
Ketika dikonfirmasi, Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama tidak membalas pesan singkat yang dari Bisnis.
Berdasarkan data terakhir, terhitung sejak setahun berlakunya PP No. 23/2019 yakni per 1 Juli 2018 hingga 30 Juni 2019, Penerimaan pajak dari PPh Final UMKM terealisasi sebesar Rp4,84 triliun. Nominal tersebut lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya dimana realisasi PPh Final UMKM mencapai Rp6,19 triliun.
Sepanjang 2019, WP UMKM yang menggunakan skema PPh Final 0,5% mencapai 2,3 juta WP, meningkat 23% dibandingkan dengan 2018. Kementerian Keuangan pun mengklaim apabila tarif 1% atas PPh Final UMKM tetap berlaku maka sesungguhnya realisasi PPh Final UMKM mampu mencapai Rp9,68 triliun.
Lemahnya pengawasan tersebut menjadi alasan pihak DJP untuk memasukkan klausul khusus terkait pengawasan atas WP yang menikmati fasilitas tersebut dalam Surat Edaran (SE) No. 7/PJ/2020.
Dalam SE, diterangkan bahwa kegiatan pengawasan oleh KPP Pratama atas WP yang telah memiliki NPWP wajib memperhatikan jangka waktu tertentu pengenaan PPh Final 0,5% dan jumlah peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Hal ini dilakukan dalam rangka memastikan apakah WP masih memenuhi syarat yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 23/2018 atau tidak.
"Dengan self assessment kami berharap pada kesukarelaan mereka. Mereka lapor, mereka sendiri yang tau omzet. Jadi ya silahkan saja kami biarkan saja dulu," ujar sumber Bisnis.
Namun, setelah berjalan satu setengah tahun tarif PPh Final UMKM diturunkan dari 1% omzet menjadi 0,5% omzet, penerimaan pajak dari WP UMKM yang menggunakan skema PPh Final UMKM bukannya meningkat tetapi malah menurun.
Hal ini mengindikasikan adanya kecurangan dari WP UMKM yang secara sengaja melaporkan omzetnya di bawah ambang batas omzet Rp4,8 miliar per tahun.
"Dulu kami tidak punya data, dengan bekal data sekarang account representative [AR] kami suruh turun ke lapangan."
Ketika dikonfirmasi, Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama tidak membalas pesan singkat yang dari Bisnis.
Berdasarkan data terakhir, terhitung sejak setahun berlakunya PP No. 23/2019 yakni per 1 Juli 2018 hingga 30 Juni 2019, Penerimaan pajak dari PPh Final UMKM terealisasi sebesar Rp4,84 triliun. Nominal tersebut lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya dimana realisasi PPh Final UMKM mencapai Rp6,19 triliun.
Sepanjang 2019, WP UMKM yang menggunakan skema PPh Final 0,5% mencapai 2,3 juta WP, meningkat 23% dibandingkan dengan 2018. Kementerian Keuangan pun mengklaim apabila tarif 1% atas PPh Final UMKM tetap berlaku maka sesungguhnya realisasi PPh Final UMKM mampu mencapai Rp9,68 triliun.