Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Merck Sharp Tak Terganggu Daya Beli Masyarakat

Sekretaris Perusahaan PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk. Erwin Agung mengatakan secara kinerja industri farmasi di Indonesia pada 2018 dan 2019 memang diakui cukup menantang. Di sisi lain, proyeksi pertumbuhan kinerja pada tahun ini tergambar seiring rencana kenaikan iuran BPJS.
PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk./Istimewa
PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA —PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk. memastikan kondisi daya beli masyarakat tidak memengaruhi bisnisnya di Tanah Air.

Sekretaris Perusahaan PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk. Erwin Agung mengatakan secara kinerja industri farmasi di Indonesia pada 2018 dan 2019 memang diakui cukup menantang. Di sisi lain, proyeksi pertumbuhan kinerja pada tahun ini tergambar seiring rencana kenaikan iuran BPJS.

Menurutnya, daya beli masyarakat tak banyak berpengaruh pasalnya fokus produk yang disediakan perseroan yakni obat inovatif bukan generik.

"Di Indonesia produk inovatif itu kurang atau boleh dibilang harganya lumayan tinggi sedangkan daya beli masyarakat belum sesuai dengan yang kami inginkan," katanya, Senin (9/3/2020).

Dengan tren dagang-el saat ini, masyarakat lebih dihadapkan pada banyak pilihan. Artinya, setiap dana yang dimiliki juga berhadapan dengan berbagai macam alokasi, sedangkan kesehatan hanya menjadi penting ketika mereka dalam kondisi sakit atau dalam keadaan tertentu.

Meski demikian, Erwin mengatakan, perseroan tetap memiliki strategi untuk mengantisipasi daya beli masyarakat. Salah satunya dengan lebih fokus pada produk onkologi dan vaksin mengingat produk primary care atau obat sehari-hari kini memiliki banyak pesaing.

Jika berkaca dari laporan keuangan terbaru, per September 2019 perseroan mencatatkan penjualan sebesar Rp1,43 triliun dibandingkan dengan September 2018 Rp1,62 triliun.

Namun, secara rinci penjualan primary care masih menyumbang terbesar hingga 2018. Rinciannya primary care menyumbang Rp1,8 triliun, vaksin Rp91,9 triliun, onkologi Rp49,6 triliun, dan alliance management atau produk yang dikelola rekanan Rp177,3 miliar.

"Primary masih besar tetapi turun dari 2017, ke depan juga kami proyeksi turun karena yang naik ongkologi dan vaksin," ujarnya.

Sebelumnya, Managing Director MSD Indonesia George Zaki juga mengatakan produksi industri farmasi cukup tertekan pada tahun lalu. Namun, perseroan mengklaim pertumbuhan produksi fasilitas produksi perseroan di Pandaan, Jawa Timur cukup baik.

Adapun, perseroan mencatat dari pabrik tersebut mengekspor ke 14 negara di Asia Pasifik selain Indonesia. Volume ekspor perseroan pun lebih besar daripada penjualan di dalam negeri. Negara tujuan ekspor perseroan saat ini seperti Australia, India, dan Singapura.

Tahun lalu perseroan juga telah menginvestasikan dalam peningkatan fasilitas Pandaan senilai US$3 juta, sedangkan tahun ini MSD akan menambah investasi lagi menjadi US$4,3 juta. Zaki pun optimistis performa perseroan dan industri farmasi pada tahun ini dapat membaik.

Menurut Zaki, tujuan utama perseroan adalah memperluas akses pasien terhadap produk-produk. Perseroan akan fokus pada empat bantuan terapeutik yakni onkologi, vaksin, diabetes, dan layanan penyakit akut pada rumah sakit.

Saat ini penjualan produk perseroan di Indonesia pun masih kurang dari 1 persen dari penjualan MSD Global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper