Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah proyek listrik 35.000 megawatt berpotensi molor akibat merebaknya virus corona (Covid-19) di China dan sejumlah negara.
Direktur Pengadaan Strategis Satu PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan pihaknya tak menampik merebaknya virus corona (Covid-19) di China dan sejumlah negara lainnya sejak 2 bulan ini berdampak pada keberlangsungan proyek 35.000 MW.
"Salah satunya PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Jawa 7 di Banten," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (8/3/2020).
PLTU Jawa 7 menjadi PLTU Batubara terbesar dan pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi boiler Ultra Super Critical (USC). PLTU dengan kapasitas 2 x 1.000 MW ini menggunakan bahan bakar batu bara berkalori rendah yang memiliki nilai kalor 4.000 hingga 4600 kCal/kg, dengan konsumsi sekitar 7 juta ton per tahun. Proyek PLTU Jawa 7 ini merupakan hasil kerja sama antara anak usaha PLN yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali dengan China Shenhua Energy Company Limited.
"Ini agak terlambat karena pengembang Shenhua dari China," katanya.
Adapun hingga akhir tahun lalu, realisasi operasi pembangkit listrik dalam program 35.000 MW mencapai 6.811 MW atau baru sebesar 19,2 persen. Untuk 23.000 MW proyek lainnya tengah dalam tahapan konstruksi dan diharapkan rampung pada rentang 2023 hingga 2024 mendatang.
Menurutnya, timeline proyek tiap pembangkit beragam. Untuk membangun suatu pembangkit diperlukan studi dan detail design paling cepat 1 tahun.
"Lalu untuk perizinan dan pembebasan lahan, masa konstruksi untuk PLTU 2 tahun hingga 3 tahun, kalau PLTGU sekitar 2 tahun, PLTA bisa 4-5 tahun," tutur Sripeni.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menuturkan ada beberapa pembangkit program 35.000 MW yang bekerjasama dengan China diperkirakan mengalami keterlambatan. Hal ini dikarenakan merebaknya virus Corona.
"Tahun ini saja kurang lebih mungkin masuk 8.722 MW tetapi katanya karena ada isu Corona, beberapa pembangkit di sini yang berasal dari China akan ada kemungkinan terlambat," ujarnya.