Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali tak melakukan penyesuaian tarif listrik pada April hingga Juni tahun ini.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan keputusan ini diambil karena melihat kondisi ekonomi yang saat ini terjadi.
Terlebih, saat ini tengah merebak Virus Corona (Covid-19) sehingga turut serta berdampak pada daya beli, daya saing dan kondisi ekonomi di masyarakat.
"Adanya Corona turut menekan kondisi ekonomi sehingga kurang menggembirakan," ujarnya, Rabu (4/3/2020).
Menurutnya, merebaknya Covid-19 di sejumlah negara berdampak pada penurunan harga energi dalam tiga bulan ini.
Padahal, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) menjadi salah satu dari empat parameter lain dalam membentuk harga listrik.
Adapun ketiga parameter lainnya yang turut serta membentuk tarif listrik yakni kurs rupiah, inflasi dan harga patokan batubara.
"Sekarang turun semua. sumber daya energi kan berlebih dan makin murah. Secara logika tarif turun, bukannya naik," katanya.
Lebih lanjut lagi, dia mengungkapkan keputusan untuk menaikkan atau menurunkan tarif listrik bukan lah hal yang mudah karena ada sejumlah pertimbangan lainnya yakni beban PLN, pembayaran subsidi dan kompensasi yang dibayarkan oleh pemerintah.
Terlebih, kebijakan tak melakukan penyesuaian tarif listrik ini telah dilakukan sejak 2017 lalu sehingga
tidak bisa dengan leluasa menyesuaian tarif listrik non subsidi dengan mengikuti pergerakan harga dari parameter yang ditentukan.
Padahal, skema penyesuaian tarif listrik dengan mengikuti fluktuasi harga seharusnya sudah diberlakukan sejak 2014.
"Sejak 2017 enggak ada kenaikan tarif. Ini bukan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tetapi pada saat terakhir ditetapkan penyesuaian tarif di 2017. Harus lihat ke belakang juga untuk bisa turun atau naik tarif listriknya," tuturnya.
Meski tak ada penyesuaian tarif listrik di kuartal II, pihaknga menjamin PT PLN (Persero) tak merugi. Pasalnya, pemerintah telah menyediakan dua skema pembayaran bagi PLN yakni pemberian subsidi listrik dan kompensasi.
"Subsidi dibayar per bulan. Untuk mekanisme kompensasi harus dihitung dan menunggu audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ucap Rida.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menambahkan tak ada perubahan tarif listrik pada kuartal II tahun ini karena mempertimbangkan daya beli masyarakat dan daya saing industri.
Pada bulan November 2019 hingga Januari 2020, parameter ekonomi makro rerata per tiga bulan menunjukkan perubahan.
Salah satunya, nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp13.939,47, lalu nilai Indonesia crude price (ICP) menjadi US$65,27 per barel dengan tingkat inflasi rata-rata 0,29% dan harga patokan batubara sebesar Rp783,13 per kilogram (kg)
"Mengikuti empat parameter makro tersebut seharusnya diberlakukan penyesuaian tarif tenaga listrik. Akan tetapi, Pemerintah mempertahankan agar tarif listrik tidak naik pada periode April - Juni demi menjaga daya beli dan daya saing," terangnya.
Berikut tarif tenaga listrik untuk kuartal II tahun 2020 yakni
1. Rp1.467,28 /kWh untuk pelanggan tegangan rendah, yaitu R-1 rumah tangga kecil dengan daya 1300 VA, R-1 rumah tangga kecil dengan daya 2200 VA, R-1 rumah tangga menengah dengan daya 3.500-5.500 VA, R-1 rumah tangga besar dengan daya 6.600 VA ke atas, B-2 bisnis menengah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, P-1 kantor pemerintah dengan daya 6.600 VA sd 200 kVA, dan penerangan jalan umum.
2. Rp1.352/kWh untuk rumah tangga daya 900 VA (R-1/900 VA-RTM).
3. Rp1.114,74/kWh untuk pelanggan tegangan menengah, yaitu B-3 Bisnis besar dengan daya di atas 200 kVA dan P2 Kantor Pemeritah dengan daya di atas 200 kVA.
4. Rp996,74/kWh untuk pelanggan tegangan tinggi,yaitu I-4 Industri besar dengan daya 30 MVA ke atas.
Lebih lanjut, Kementerian ESDM meminta PLN agar dapat terus berupaya melakukan langkah-langkah efisiensi operasional dan memacu penjualan tenaga listrik secara lebih agresif.
"Ini agar Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dapat diupayakan lebih efisien," ujar Agung.