Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Mainan Indonesia menyatakan pangsa mainan lokal di dalam negeri mulai merasakan efek penerapan standar nasional Indonesia (SNI) wajib mainan yang diterbitkan pada 2014. Namun demikian, pengawasan SNI Wajib di lapangan masih terkendala.
Ketua Umum AMI Sutjiadi Lukas mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai regulator telah melakukan pengawasan sesuai dengan Undang-undang (UU). Namun, lanjutnya, kegiatan produksi maupun impor mainan masih terkendala lantaran sebagian oknum aparat justru menggunakan UU Perlindungan Konsumen lantaran UU SNI.
"Mereka [oknum] pakai UU Perlindungan Konsumen, berarti itu ada pelapor dan korbannya. Kalau SNI kan tidak. Sanksi UU SNI merupakan pembinaan, sedangkan oknum aparat justru langsung menyita mainan," katanya kepada Bisnis, Rabu (26/2/2020).
Namun demikian Sutjiadi menyatakan penerapan SNI telah meningkatkan pangsa mainan lokal, meski tipis. Menurutnya, pangsa mainan lokal di pasar domestik menigkat menjadi 40 persen dibandingkan tahun lalu sekitar 35 persen.
Sutjiadi menilai penerapan SNI Wajib membuat pabrikan di negara asal impor memilih untuk menanamkan pabriknya di dalam negeri daripada melanjutkan kegiatan ekspor ke dalam negeri. Walau demikian, ujar Sutjiadi, pihaknya belum melihat akan ada investasi baru di industri mainan pada tahun ini.
Adapun utilitas pabrikan saat ini beradai di sekitar posisi 60 - 70 persen. Menurutnya, sebagian pabrikan mengalami peningkatan utilitas sekitar 5 persen sejak awal 2020 lantaran pasokan mainan impor dari China tersendat karena wabah virus Corona.
Di sisi lain, Sutjiadi berujar sebagian besar pabrikan mainan dengan komponen elektronik saat ini kekurangan bahan baku. Pasalnya, 35 persen bahan baku komponen mainan elektronik masih diimpor, khususnya dari Negeri Panda.
"Satu bulan berjalan [wabah virus Corona], sudah beberapa item produk tidak bisa produksi lagi karena komponennya tidak ada," ujarnya.