Bisnis.com, JAKARTA - Sekitar 15.000 ton per pekan potensi kargo udara berisiko hilang akibat penghentian sementara penerbangan dari dan ke China sebagai pencegahan virus Corona (Covid-19).
Pembina Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bandara Soekarno-hatta Arman Yahya menuturkan dengan tidak ada penerbangan dari dan ke China cukup memukul bisnis kargo udara. Potential loss muatan kargo udara lebih besar akibat pembatalan penerbangan dibandingkan dengan pelarangan sejumlah barang kargo tertentu yang diberlakukan pemerintah.
"Tidak ada penerbang ke dan dari China. Jadi apa yang bisa di kirim, tunggu sampai penerbangan di buka baru ada kegiatan," kata Arman kepada Bisnis.com, Rabu (19/2/2020).
Berdasarkan catatan Angkasa Pura II terdapat 143 pergerakan pesawat dari dan ke China dalam sepekan, sementara Angkasa Pura I mencatat 158 pergerakan per pekan yang hilang akibat penutupan tersebut.
Bisnis.com mencoba untuk melakukan kalkulasi kasar mengenai hilangnya potensi muatan kargo. Misalnya, seluruh pengiriman barang dari dan ke China menggunakan pesawat berbadan lebar (wide body) jenis Airbus A330 yang memiliki kapasitas kargo mencapai 50 ton.
Adapun, total penerbangan dari dan ke China yang dilayani oleh AP I dan AP II mencapai 301. Jika dikalikan dengan berat muatan kargo, maka dalam sepekan terdapat 15.050-15.652 ton kargo udara yang hilang.
Baca Juga
Arman menambahkan pengalihan rute penerbangan yang diharapkan bisa menjadi substitusi pendapatan maskapai dinilai belum membuahkan hasil yang optimal. Adapun, beberapa pilihan pengalihan penerbangan justru sepi penumpang.