Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (17/2/2020), melaporkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$870 juta pada Januari 2020.
Defisit ini disebabkan oleh dari posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$13,41 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor yang mencapai US$14,28 miliar.
"Pemerintah sudah membuat berbagai kebijakan, kita harapkan implementasi B30, dapat bergulir di lapangan dan neraca perdagangan dapat kembali surplus," ujar Kepala BPS Suhariyanto, Senin (17/2/2020)
Dari penelusuran Bisnis, angka defisit ini lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada bulan Desember 2019, sebesar US$28,20 juta dan lebih rendah jika dibandingkan dengan defisit Januari 2019 yang sebesar US$1,16 miliar.
Lebih lanjut, BPS mencatat ekspor nonmigas per Januari 2020 mencapai US$12,61 miliar atau turun 5,33 persen dibanding Desember 2019. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekspor Januari 2020 turun 0,69 persen.
Penurunan terbesar ekspor nonmigas Januari 2020 terhadap Desember 2019 terjadi pada lemak dan minyak hewani/nabati sebesar US$703,2 juta (34,08 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada logam mulia dan perhiasan/permata sebesar US$219,0 juta (57,84 persen).
Menurut sektor, BPS melaporkan ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari 2020 naik 3,16 persen dibanding bulan yang sama tahun 2019, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 4,54 persen, sementara ekspor hasil tambang dan lainnya turun 19,15 persen.
Baca Juga
Ekspor nonmigas Januari 2020 terbesar adalah ke China yaitu US$2,10 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,62 miliar dan Jepang US$1,12 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 38,41 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,18 miliar.
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari 2020 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$2,34 miliar (17,47 persen), diikuti Jawa Timur US$1,58 miliar (11,76 persen) dan Kalimantan Timur US$1,26 miliar (9,38 persen).