Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Klaim Rencana Aksi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Mamju Jawab Kritik

Pelaksana tugas Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan Inpres tersebut nantinya juga akan dipromosikan di skala Internasional mengingat Eropa memiliki peran vital dalam indutsri hilir sawit. 
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB), akan meningkatkan kapasitas dan menyelesaikan persoalan status lahan dan pemanfaatan sawit sebagai energi terbarukan.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan Inpres tersebut nantinya juga akan dipromosikan di skala Internasional mengingat Eropa memiliki peran vital dalam indutsri hilir sawit. 

Tak hanya itu, Eropa juga banyak investasi di perusahaan Indonesia dan menetapkan standar tertentu. Tak hanya itu, dengan RAN-KSB, Indonesia juga akan membawa isu keberlanjutan pada setiap negara yang dituju.

"Jadi ada value yang kita gunakan, ini juga sebagai upaya responsif di tengah kritik ISPO [sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil] kita yang dianggap masih kalah dibanding RSPO [Rountable Sustainable Palm Oil]," katanya, Kamis (13/2/2020).

Abetnego pun memastikan di tengah market tertentu, Indonesia juga akan terus membuat standar yang lebih baik. Sementara ISPO nantinya akan menjadi salah satu output dari Inpers RAN-KSB. 

Meski sampai saat ini belum ada kepastian apakah nantinya implementasi inpres tersebut akan berbentuk sertifikasi atau yang lain. 

"Hingga kini hal tersebut masih menjadi bahan diskusi stakeholder terkait tetapi sempat diskusi antara Kementan dan Kemenko salah satunya memang tidak akan disebut ISPO tetapi RAN-KSB," katanya. 

Sisi lain, Abetnego menyebut isu utama dari sawit saat ini adalah revitalisasi yang kaitannya dengan produktivitas kebun petani. Alhasil, pemerintah optimistis kalau revitalisai optimal, isu produktivitas dan perluasan tidak akan jadi masalah lagi di kemudian hari. 

"Pelaku usaha realistis juga karena di region lain sawit juga tumbuh kayak di Afrika," ujarnya. 

Sementara itu, jumlah ISPO yang telah terbit saat ini ada 621 sertifikat. Perinciannya, 607 perusahaan, 10 koperasi swadaya, dan 4 KUD Plasma dengan luas 5,45 juta hektare, TM seluas 3,17 juta ha, total produksi TBS 60,26 ton/th, dan CPO 13 juta ton/th. Produktivitas 18,96 ton/ha dan Rendemen rerata 24,45 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper