Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai permohonan kenaikan tarif penyeberangan oleh asosiasi wajar asalkan tetap memperhatikan daya beli masyarakat.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menuturkan dari sisi momen, pengusaha sudah pantas mengajukan kenaikan tarif. Terlebih tarif penyeberangan tidak pernah dievaluasi sejak tiga tahun terakhir.
"Soal besaran dan formulasinya, yang terpenting tidak memukul daya beli penumpang feri, karena mayoritas dari kelas menengah bawah, khususnya rute perintis," tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (10/2/2020).
YLKI mendorong adanya kajian aspek ability to pay dan willingness to pay. Adapun, kenaikan tarif harus mempertimbangkan sisi daya beli penumpang feri sebagai konsumen.
Selain itu, dia menegaskan kenaikan tarif harus berbanding lurus dengan pelayanan, jadi pengusaha angkutan penyeberangan harus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanannnya.
Menurutnya, jika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi tidak mau menaikkan tarif, maka pemerintah sebagai regulator harus memberikan insentif dan subsidi kepada operator.
Baca Juga
"Jangan menolak kenaikan tarif tapi tidak memberikan insentif bisa berupa public service obligation [PSO]. Itu namanya mau menangnya sendiri, apalagi menyediakan angkutan publik itu tanggung jawab pemerintah," urainya.
Dia menegaskan pemerintah harus adil, demi menjaga keberlangsungan usaha angkutan penyeberangan dan aksesibilitas pada konsumennya.
Tulus berpendapat jika angkutan penyeberangan sampai berhenti beroperasi, maka akan merugikan semua pihak dan pemerintah harus bertanggung jawab.
Skema kebijakan tarif penyeberangan, selain harus memperhatikan aspek kemampuan membayar konsumen juga harus menjamin keberlangsungan usaha angkutan penyeberangan.
"Rontoknya pelaku usaha angkutan penyeberangan menunjukkan perlu adanya perubahan kebijakan tarif di bidang penyeberangan," imbuhnya.