Bisnis.com, JAKARTA – PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) menyayangkan kematian penyu-penyu yang terjadi beberapa waktu lalu di sekitar pantai Bengkulu.
Namun, pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Bengkulu ini memastikan bahwa kematian penyu tersebut bukan disebabkan limbah PLTU.
Pasalnya, fakta tersebut didasarkan pada hasil investigasi beberapa lembaga, mulai dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bengkulu dan Polisi Air (Polair) Polda Bengkulu.
Direktur TLB Willy Cahya pun mengajak masyarakat untuk menghormati dan bersama-sama berkontribusi dalam melestarikan sekaligus menjaga lingkungan laut Bengkulu.
“TLB sangat menyayangkan adanya kejadian kematian penyu-penyu di perairan Bengkulu. Oleh karena itu, sejak awal TLB selalu mendukung upaya instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kematian penyu secara tuntas dengan selalu terbuka dan kooperatif terhadap seluruh proses pemeriksaan," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Kamis (6/2/2020).
TLB, imbuhnya, juga melakukan langkah nyata dalam upaya penyelamatan salah satu ikon satwa Bengkulu tersebut melalui program-program pelestarian ekosistem pantai dan rencana penangkaran penyu serta replantasi terumbu karang di Teluk Sepang.
Diberitakan Bisnis sebelumnya pada Selasa (4/2/2020), sejumlah pemerhati lingkungan meminta agar pengoperasian PLTU Bengkulu ditunda, karena diduga menadi penyebab atas kematian puluhan penyu di Teluk Sepang.
Sementara itu, hasil kajian yang dilakukan oleh Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu Zamdial menyatakan bahwa ada banyak faktor yang dapat dilihat dari fenomena kematian sejumlah penyu di Pantai Bengkulu tersebut. “Saya memberikan beberapa hipotesis dari kematian beberapa penyu di sana,” ucapnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kematian penyu-penyu di area tersebut. Pertama, karena sampah yang tertelan oleh penyu. Kedua, karena luka yang disebabkan jaring nelayan.
Ketiga adalah adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang sampai mengorbankan nyawa penyu tersebut. Keempat adalah kualitas air yang meliputi suhu, zat berbahaya, dan lainnya.
Faktor berikutnya adalah penyu tersebut memang sakit dan terakhir, penyu-penyu yang mati tersebut sebagian besar terdampar di pantai Teluk Sepang yang penyebabnya terkait dengan fenomena alam Indian Ocean Dipole (IOD).
Menurutnya, fenomena IOD memicu ledakan populasi plankton (plankton blooming) sehingga terjadi red tide yang membahayakan biota-biota laut. Faktanya, fenomena yang sama juga terjadi di beberapa tempat seperti di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat Sumatera dan pantai di Kabupaten Kaur.
"Dengan adanya hasil resmi dari dinas dan lembaga pemerintah tersebut, kami melihat hasil-hasil investigasinya sudah menjawab hal itu. Kami sebagai pihak independen bersedia mengawal validitas dan objektivitas data dan penelitian jika dibutuhkan," katanya.
Fakta lainnya menunjukkan bahwa hasil investigasi yang telah dipublikasikan oleh BKSDA Bengkulu menyatakan bahwa hasil uji laboratorium di Laboratorium Balai Besar Kementerian Pertanian Veteriner Bogor bahwa salah satu faktor kematian penyu karena infeksi bakterial suspect Salmonellosis dan Clostridiosis.
Sementara itu, hasil uji sampel air dari sepuluh titik sepanjang Pantai Bengkulu, DLHK Provinsi Bengkulu menunjukkan hasil Uji Kualitas Air Laut tersebut memenuhi baku mutu air laut sesuai dengan Permen LH No.51/2004.
Lembaga lain yang ikut menginvestigasi kematian penyu-penyu tersebut yakni Polair Polda Bengkulu, menyatakan bahwa dari hasil laboratorium belum menunjukan adanya penyebab kematian penyu oleh ulah tindakan manusia.