Bisnis.com, JAKARTA — Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Teluk Sepang, Bengkulu diduga menjadi biang kerok atas kematian puluhan penyu di area tersebut.
Juru Bicara Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting menilai ada kejanggalan pada dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) karena tidak menyertakan keragaman hayati yang berpotensi terdampak oleh keberadaan PLTU tersebut.
"Kawasan pantai Bengkulu itu masuk dalam upwelling zone yang artinya memiliki keanekaragaman hayati, termasuk penyu di dalamnya. Namun, isi Amdal tidak sesuai dengan fakta itu," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Ironisnya, China yang menjadi investor PLTU kontroversial tersebut justru akan menjadi tuan rumah Konferensi Keragaman Hayati PBB Ke-25 yang akan diselenggarakan pada tahun ini.
Juru Bicara Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar menambahkan bahwa pihaknya mencatat sejak masa uji coba pada 19 September 2019 hingga 23 Januari 2020, limbah yang dihasilkan PLTU Teluk Sepang diduga kuat menjadi penyebab kematian para penyu di area tersebut.
Dia pun berharap para pemangku kepentingan untuk menunda peresmian PLTU Teluk Sepang. Selain itu, dia juga mendorong adanya penyelidikan dan evaluasi dokumen Amdal dan dampak lain seperti kematian puluhan penyu juga harus dilakukan.
Baca Juga
"Kami meminta KLHK mengeluarkan surat rekomendasi untuk menunda operasi PLTU Teluk Sepang karena dampak yang telah ditimbulkannya," ujarnya.
Proyek PLTU merupakan salah satu proyek yang termasuk dalam program 35.000 MW yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo ini didanai investor asal China yaitu PT Intraco Penta Tbk. dan Power China.
Sementara itu, PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) menyayangkan kematian penyu-penyu yang terjadi beberapa waktu lalu di sekitar pantai Bengkulu.
Namun, pemilik PLTU di Bengkulu ini memastikan bahwa kematian penyu tersebut bukan disebabkan limbah PLTU. Pasalnya, fakta tersebut didasarkan pada hasil investigasi beberapa lembaga, mulai dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bengkulu dan Polisi Air (Polair) Polda Bengkulu.
Direktur TLB Willy Cahya pun mengajak masyarakat untuk menghormati dan bersama-sama berkontribusi dalam melestarikan sekaligus menjaga lingkungan laut Bengkulu.
“TLB sangat menyayangkan adanya kejadian kematian penyu-penyu di perairan Bengkulu. Oleh karena itu, sejak awal TLB selalu mendukung upaya instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kematian penyu secara tuntas dengan selalu terbuka dan kooperatif terhadap seluruh proses pemeriksaan," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Kamis (6/2/2020).
TLB, imbuhnya, juga melakukan langkah nyata dalam upaya penyelamatan salah satu ikon satwa Bengkulu tersebut melalui program-program pelestarian ekosistem pantai dan rencana penangkaran penyu serta replantasi terumbu karang di Teluk Sepang.
Catatan Redaksi:
Artikel ini mengalami perubahan dan penyesuaian di badan berita agar lebih relevan dengan informasi yang berkembang. Mohon maaf atas kekeliruan yang terjadi.