Bisnis.com, JAKARTA - Televisi (TV) digital dinilai bakal mendorong pertumbuhan industri elektronika pada tahun ini. Namun, pelaku industri berpendapat harus ada regulasi tambahan agar produksi TV digital bisa terkerek.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan dapat menekan impor TV dari US$900 juta menjadi sekitar US$300juta--US$400 juta. Kementerian menilai pendorong penekan impor tersebut datang dari implementasi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) TV digital sebesar 20 persen tahun ini.
"Paling yang diimpor komponennya. Pokoknya, dengan ada SNI [dan TKDN] mudah-mudahan semua [produk elektronika] bisa produksi semua di sini," kata Direktur Industri Elektronika Kemenperin R. Janu Suryanto kepada Bisnis, Kamis (6/2/2020).
Janu mengatakan akan berdiskusi dengan seluruh produsen elektronika terkait target ekspor elektronika tahun ini. Pasalnya, para produsen bisa mengambil kesempatan melemahnya kapasitas produksi elektronika China di tengah wabah virus corona.
Namun demikian, Janu memahami bahwa industri elektronika domestik masih dipenuhi oleh produk impor Negeri Panda. Janu menilai hal tersebut disebabkan oleh intervensi pemerintah yang membuat daya saing produk elektronik China lebih tinggi sekitar 17 persen dari produk lokal.
Seperti diketahui, Kemenperin fokus menggodok standar nasional Indonesia (SNI) terhadap produk elektronika household. Pada tahun ini, Janu menyatakan pihaknya akan fokus menerbitkan SNI pada produk pendingan ruangan (AC), lemari es, dan lampu swaballast light emitting diode (LED).
Namun demikian, ujarnya, Kemenperin masih mempertimbangkan dalam menerbitkan SNI lampu swaballast LED. Pasalnya, jumlah IKM lampu LED di dalam negeri cukup banyak.
"Jadi, harus siapkan uang untuk [SNI] itu kan Rp10 juta--Rp15 juta per SNI. Kalau dia [anggota Aperlindo] sudah perusahaan kuat," katanya.
Seperti diketahui, SNI untuk pendingin ruangan dan lemari es sudah diterbitkan masing-masing pada 2013 dan 2016. Namun demikian, Janu menghitung impor pendingin ruangan dan lemari es terus meningkat hingga US$500 juta pada 2019.
Terpisah, Direktur Marketing PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) Tekno Wibowo mengatakan pihaknya telah mempersiapkan alat produksi agar bisa bertransisi memproduksi TV digital. Namun demikian, lanjutnya, lonjakan produksi digital hanya bisa terjadi jika beleid siaran TV digital diterbitkan.
"Kalau siaran TV digitalnya on dan TV analog dimatikan, seharusnya ada lonjakan transisi dari analog ke digital," katanya kepada Bisnis.
Selain itu, harga TV digital masih lebih mahal dibandingkan TV analog. Pasalnya, tidak adanya beleid siaran TV digital menyebabkan permintaan rendah lantaran konsumen masih dapat menggunakan TV analog.
Oleh karena itu, lanjutnya, Polytron masih mengatur komposisi produksi TV analog lebih tinggi atau lebih dari 50 persen dari portofolio produksi TV. Adapun, produksi TV berkontribusi hingga 45% dari total portofolio perseroan.
"Akan tetapi merubah pengaturan tidak masalah kalau permintaan pasar berubah ke digital," ucapnya.