Bisnis.com, JAKARTA — Meski mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi 2019 yang masih terjaga di level 5 persen dinilai sebagai capaian yang positif.
Di tengah faktor eksternal yang tidak pasti, mantan Menteri Perdagangan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengatakan ekonomi Indonesia memiliki resiliensi yang tinggi.
"Jadi, kita harus bersyukur dalam ketidakpastian ini bahwa kita bisa stabil 5 persen, dibanding negara lain kita lebih baik," ujarnya di sela-sela Mandiri Investment Forum 2020, Rabu (5/2/2020).
Meski demikian, Mari Elka, yang baru ditunjuk menjadi Managing Director Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan World Bank, melanjutkan saat ini Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk melakukan reformasi struktural dalam bidang perpajakan, investasi, dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Kalau reformasi struktural terjadi tahun ini, kita bisa lihat investasi mengalir tapi mungkin dampaknya baru bisa terlihat tahun depan [2021]," tambahnya.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2019 tercatat hanya sebesar 4,97 persen secara year-on-year (yoy). Terakhir kali perekonomian Indonesia tumbuh di bawah 5 persen adalah pada kuartal IV/2016, yang hanya menyentuh 4,94 persen yoy.
Baca Juga
Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 tercatat hanya sebesar 5,02 persen, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yang menembus 5,17 persen.
Untuk kuartal I/2020, Mari Elka berpandangan pertumbuhan ekonomi pad awal tahun ini akan sangat bergantung pada stimulus fiskal yang diberikan pemerintah dan dampak virus corona ke depan.
Virus corona dan turunnya turis dari China tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata, tetapi juga sektor transportasi. Kedua sektor ini secara gabungan memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 10 persen.
Dampak yang lebih besar akan terjadi apabila pertumbuhan ekonomi China terpangkas. Seperti laporan World Bank sebelumnya, Mari Elka mengatakan setiap 1 persen perlambatan ekonomi China akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,3 persen.
"Perlambatan ini karena jalurnya masuk dari permintaan komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit," ujarnya.