Bisnis.com, JAKARTA — Kasus pengaduan konsumen sepanjang 2019 didominasi oleh persoalan di sektor properti. Badan Perlindungan Konsumen Nasional mencatat pengaduan yang masuk sepanjang tahun lalu di sektor properti mencapai 1.200 kasus.
Agar terhindar dari persoalan tersebut, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengimbau agar para konsumen lebih berhati-hati dan teliti sebelum membeli rumah.
Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak mengatakan ada beberapa langkah yang dapat dilakukan konsumen sebelum membeli rumah agar terhindar dari berbagai persoalan dengan pengembang properti.
Dia menuturkan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah konsumen harus berinisiatif mengecek legalitas dan reputasi dari pengembang terkait.
Untuk mencari tahu legalitas dari pengembang, sebenarnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah meluncurkan aplikasi Sistem Registrasi Pengembang (Sireng) yang dapat diakses publik untuk mencari tahu mengenai data dan informasi pengembang.
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan ialah mengecek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat untuk mempertanyakan objek rumah tersebut.
Baca Juga
"Apakah benar akan dibangun perumahan atau sertifikatnya [sudah jelas]," ujar Rolas kepada Bisnis, Selasa (4/2/2020).
Selanjutnya, konsumen juga diimbau untuk mengecek kelengkapan dokumen administrasi dan perizinan terhadap rumah tersebut. Rolas menyatakan selama ini juga masih ada cukup banyak aduan dari konsumen yang telah melunasi pembiayaan perumahannya tetapi belum juga mendapatkan sertifikat rumah.
Sementara itu, BPKN mencatat dari total 1.600 pengaduan konsumen yang diterima sepanjang 2019, sekitar 80% atau 1.200 pengaduan diantaranya berkaitan dengan sektor properti.
Rolas menuturkan masalah pembiayaan perumahan masih menjadi pelaporan yang paling besar di sektor properti menyusul masalah pembangunan dan perizinan.
Selain itu, persoalan lainnya yang juga diadukan ke BPKN adalah pengembalian dana (refund), tidak adanya pembangunan dari pengembang, sertifikat, belum serah terima serta fasilitas umum dan sosial yang kurang layak.