Bisnis.com, JAKARTA — Safe harbour approach yang diusung oleh AS atas Unified Approach dalam rangka pengenaan pajak atas transaksi digital diragukan oleh negara peserta Inclusive Framework.
Baca Juga
Dalam dokumen yang berjudul Statement by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS on the Two-Pillar Approach to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy, banyak negara yang tergabung dalam Inclusive Framework memandang bahwa sistem tersebut bisa menciptakan ketidakpastian dan bertentangan dengan tujuan global yakni mengenakan pajak secara adil atas transaksi digital.
Untuk diketahui, safe harbour approach yang diusung oleh AS memungkinkan korporasi untuk memilih dikenakan atau tidak dikenakan pajak atas transaksi digital sejalan dengan Unified Approach.
Safe harbour approach yang diusung oleh AS ini pun akan turut dibahas dalam pembahasan lanjutan Unified Approach oleh Inclusive Framework. Meski demikian, keputusan final mengenai diadopsi atau tidaknya safe harbour approach usulan AS baru akan diputuskan setelah Unified Approach difinalisasi.
Untuk diketahui, 137 negara yang tergabung dalam Inclusive Framework berkomitmen untuk meneruskan pembahasan mengenai pengenaan pajak atas transaksi digital.
Dalam keterangan resmi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), disebutkan bahwa negara-negara tersebut berkomitmen untuk menyepakati solusi jangka panjang pengenaan pajak digital paling lambat pada akhir 2020.
Negara-negara peserta Inclusive Framework sudah berkomitmen untuk meneruskan pembahasan mengenai nexus (jaringan entitas) dan metode alokasi laba usaha sejalan dengan Unified Approach yang diusung oleh OECD.
Sebelumnya, 137 negara dalam Inclusive Framework mengusung tiga proposal terkait nexus dan metode alokasi laba usaha yakni user participation proposal, marketing intagibles proposal, dan significant economic presence.