Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan konstruksi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) seharusnya dilakukan pada rentang waktu 2020 sampai 2025 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional.
Hanya saja, dalam PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan nuklir sebagai energi nasional disebutkan sebagai pilihan terakhir.
Menurutnya, PP 14/2015 masih perlu diperjelas mengenai rencana pengembangan PLTN. Pasalnya, beleid tersebut tidak mengatur rinci mengenai bentuk PLTN yang dimaksud, yakni apakah berupa paket atau hanya fasilitas saja.
"Ini yang mungkin harus kami perjelas dalam PP 14/2015. Kami usulkan ada revisi," katanya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM, Senin (27/1/2020).
Wakil Ketua Komisi VII Dari Fraksi Golkar Alex Noerdin mengakui saat ini Jawa memang memiliki surplus energi listrik. Namun, dalam 20 tahun ke depan, kebutuhan energi listrik bakal terus meningkat.
"Iya Jawa surplus, bangun [PLTN] saja 5 tahun," katanya.
Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Kardaya Warnika meminta pemerintah bekerja berdasarkan undang undang, terutama mengenai rencana pengembangan PLTN.
"Kalau menurut saya masalah PLTN masih jauh, masih belum harus," katanya.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) mengatakan hingga saat ini belum keputusan terkait pengembangan PLTN.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan potensi pengembangan PLTN masih terbuka. Hanya saja, PLN tidak akan sekedar membangun, tetapi perlu melakukan sejumlah kajian.
Kecelakaan energi yang dialami PLTN Fukushima di Jepang maupun PLTN Chernobyl di Ukraina menjadi contoh yang perlu diperhatikan. Meskipun begitu, dia mengakui saat ini pengembangan teknologi untuk PLTN sudah semakin canggih.
"Tenaga nuklir sedang ada pengembangan. Chernobyl ada kecelakaan dan sedang diperbaiki," katanya.