Bisnis.com, JAKARTA - Konversi bahan bakar 52 pembangkit listrik berkapasitas 1.697 megawatt (MW) dari solar ke gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke 7%.
Adapun konversi 52 pembangkit listrik ke gas dituangkan lewat Keputusan Menteri ESDM No.13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG dalam Penyediaan Tenaga Listrik. Lewat kepmen tersebut, PT PLN (Persero) mendapatkan kepastian pasokan LNG sebanyak 166,98 BBtud.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit adalah sekitar 2,6 juta kiloliter (kl) per tahun.
Adapun total kebutuhan BBM Indonesia mencapai 1,5 juta barel per hari (bph) dan produksi dalam negeri hanya sebanyak 750.000 bph.
Kondisi tersebut mengakibatkan impor minyak Indonesia mencapai Rp300 triliun per tahun. Pengurangan konsumsi BBM dari pembangkit diharapkan menurunkan nilai impor menjadi Rp250 triliun.
Menurutnya, sejumlah eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) cenderung menemukan gas. Artinya, mengoptimalkan penemuan gas tersebut untuk konsumsi dalam negeri akan lebih menguntungkan.
"Kalau masalah ini selesai pertumbuhan ekonomi kita bukan lagi 5% tetapi 7%. Foreign base energy jadi national base energy," katanya, Kamis (23/1/2020).
Darmawan mengatakan 1 MMBtu gas memiliki harga US$6-US$7. Sementara itu, minyak setara 1 MMbtu setidaknya senilai dengan US$19.
"Tentu saja, kalau gas MMbtu murah daripada BBM. Ada cost saving, dari yang masif impor diubah jadi domestik," sebutnya.